Ini kisah hijrahku. Suatu hari aku bertemu dengan teman
lama ku, awal bertemu dia kaget dan dia berkata “bulan, sejak kapan anak setomboi
parah kayak kamu bisa pake gamis, pake jilbab rapi? Aneh ngeliatnya, selama ini
kan pake rok aja jarang, nggak pernah malah, hahaha”. Iya, itulah cara bercanda
temanku, dan aku selalu memaklumi itu karena dia selalu berkata jujur padaku.
Proses hijrahku memang panjang dan penuh rintangan. Aku sudah
diperkenalkan dengan agama sejak kecil, sejak SD aku sudah disuruh untuk
mengaji, walaupun tempatnya jauh aku tetap harus mengaji, makanya saat SD pun
aku pernah mengaji di desa tetangga karena saat itu di desaku sedang tidak ada
guru untuk mengaji. Karena saat kecil aku tidak terlalu banyak kesibukan, mau
sejauh apapun pergi bukan masalah bagiku.
Saat itu pakaianku masih sangat minim, minim dalam artian
bajunya tanpa lengan, kalo dulu aku namain baju seksi, kebanyakan bajuku
seperti itu, bawahannya pun yang ku punya hanya celana, rok itu hanya rok
sekolah dan 1 rok untuk mengaji, sisanya celana yang kalo pendek ya selutut
atau diatas lutut dan paling panjang sepertiga kaki. Sekolahpun pakaianku baju
pendek dan rok diatas lutut, itupun bajunya masih ku lipat-lipat, biar keren
gitu kan. Yang lebih parah aku jarang sholat kecuali diajak ke masjid atau saat
mengaji.
Sejak kecil sih sudah diajarkan tentang agama, cara
mengaji, tata cara berpakaian dan sopan santun. Tapi ya namanya anak yang nggak
nurut-nurut amat ya, semua itu cuma dianggap formalitas doang untuk memenuhi
keinginan orang tua alias nggak terlalu dipikirkan. Saat SD pun aku banyak
melakukan kegiatan kayak ikut-ikut lomba, menari dan mengaji. Iya, aku dulu
seorang penari tradisional dan sering banget dipuji sama guru tari ku, kadang
aku yang diminta untuk mengajari teman-temanku, ikut beberapa lomba tari ke
daerah lain dan selalu menang sampai saat kelulusan menari pun aku melihat
fotonya, wah ternyata nggak layak publish, pakaiannya hanya kain songket sama
kemben, ditutupi sedikit sama selendang, trus pake make up, Masya Allah, kalo
sekarang malu liatnya, haha
Berlanjut ke masa SMP, aku disekolahkan di MTs, ya
Madrasah Tsanawiyah yang ilmu agamanya uwuh banget disana. Selama 2 tahun
setengah aku dapat kepala sekolah yang disiplin parah, ada daun 1 di depan aja
harus cepet-cepet dipungut, baju keluar sedikit saja harus segera dimasukin. Pakaian
disekolah, iya rapi selalu pake jilbab tapi selalu nggak bertahan kalau diluar
sekolah. Diluar sekolah aku hanya memakai baju lengan pendek, dan celana
pendek, kalaupun pergi hanya memakai celana panjang dan baju pendek, kecuali
kegiatan sekolah seperti wisata sama guru pakaiannya ya sopan banget, itupun
minjem baju ke kakak atau baju pas lebaran yang dipake. Sholat sama ngajinya
gimana? Sholatnya hanya kalo lagi di sekolah, sesekali sholat dirumah kalaupun
bulan Ramadhan paling cuma shalat magrib sama tarawih yang rajin, kalo di
sekolah kan sholat Dhuha, Ngaji, Sholat Dzuhur, kadang sholat Ashar pun di sekolah.
Anehnya saat MTs itu, walaupun punya kepala sekolah yang super disiplin, tapi
aku sama temen-temenku masih bisa bolos ke pasar, bolos buat jajan atau bolos
buat main kerumah temen. Ya Allah, maafkanlah kelakuan ku yang kayak gitu...
Berlanjut ke masa SMA, aku masuk SMK Kesehatan, aku
berpikir “malu dong dari MTs pas sekolah SMA malah lepas jilbab” dan akhirnya
selama aku SMA aku memakai jilbab, tapi masih aja bandelnya Naudzubillah, dasi
yang harusnya dipake di leher itu kadang ku iket ke kepala atau di pinggang,
kadang ku buat hiasan diiket-iket di tangan, rok nya pressbody di pinggang,
bajunya dilipat-lipat, jadi kayak anak tomboi yang maksain buat berhijab. Diluar
sekolah pakaianku masih sama, pakai baju pendek dan celana pendek paling di tambah
jaket, kalo jalan sama temen SMA baru pake jilbab, tapi bajunya semua
pressbody, dan celana nya selalu jeans yang ketat itu, kalo sekarang liatnya
wah gila aku yang dulu nggak ada syar’i nya sama sekali.
Lanjut ke kuliah D3, aku masuk ke D3 keperawatan dan kalo
di kampus itu harus pake jilbab. Yah, udah biasa lah ya pake jilbab dari
sekolah, di kampus pun seragamnya pake celana panjang, baju panjang dan jilbab.
Tapi Masya Allah, saat D3 itu rasanya Allah mengajarkan aku caranya bersyukur,
walaupun pakaian ku masih nggak syar’i banget, sholatnya masih bolong-bolong,
kalo pergi kadang pake jilbab kadang enggak. Saat praktek di rumah sakit orang-orang
yang ku temui membuat aku bersyukur banget bisa membantu banyak orang dan selalu
diberi kesehatan. Bayangkan aja, dirumah sakit, ada yang kesusahan makan,
gerak, ada yang kehilangan kesadaran, ada yang walaupun masih sakit tetap
melaksanakan sholat lima waktunya, ada yang kesakitan, ada yang kesusahan
bernafas dan masih banyak lagi.
Disitu aku merasa, Allah mengajarkanku bagaimana caranya
bersyukur, lihat orang-orang yang diberi ujian dengan kesusahan-sesusahan
seperti itu, aku yang sehat, oksigen masih gratis, badan masih sempurna, rezeki
yang selalu mencukupi harusnya lebih bersyukur, lebih sering berterima kasih
pada Allah, lebih sering melaksanakan kewajibanku sebagai manusia. Saat D3
itulah aku mulai berusaha sholat 5 waktu dan lebih bersyukur lagi dengan
kehidupanku.
Berlanjut ke lulus D3, aku sudah sering memakai jilbab
keluar rumah walaupun masih belum syar’i. Aku mulai berubah, perilaku ku tidak
seburuk sebelumnya. Dosenku pernah mengingatkan “Belajarlah karena kebutuhan,
bukan kewajiban, karena saat kamu butuh ilmu, kamu akan berusaha untuk
mendapatkan ilmu tersebut, berbeda dengan kamu yang hanya mengerjakan tugas
hanya agar tugas itu selesai dan kamu tidak mendapatkan apa-apa (By : Bunda
Dini ter-the best)”. Kata-kata itu masih terukir di pikiranku. Setiap akan
pergi aku selalu mengingat, aku memakai jilbab itu bukan hanya karena kewajiban,
tapi aku butuh sesuatu untuk melindungiku dari godaan apapun.
Setelah 2 tahun aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah
di luar pulau ku, ya, di Solo, tanpa sengaja aku masuk ke kampus yang islami,
awalnya aku merasa aneh melihat orang memakai gamis dan cadar. Akhirnya selama
merantau dengan bermodalkan wifi aku lebih sering mendengar ceramah-ceramah di
youtube, dan itu membuatku mengerti dan memahami bagaimana cara berpakaian Syar’i
dan ternyata pakaian kita itu bisa menjauhkan orang tua kita dari pedihnya
siksa neraka sekaligus menyelamatkan kita.
Perlahan aku mulai merubah penampilanku, dari hanya
memakai baju kaos, jeans, jaket kadang berjilbab yang tidak menutupi dada,
berubah menjadi baju yang agak longgar, memakai rok dan memakai jilbab menutupi
dada, dan akhirnya aku memutuskan untuk memakai gamis dan hijab menutupi dada
kemanapun aku keluar dari rumah.
Ya, Bulan yang dulunya sangat stylist dan selalu
memperhatikan kerennya paduan pakaiannya, kini berubah jadi terlihat lebih Syar’i
walaupun belum sempurna. Setiap proses butuh pengorbanan, aku yang dulunya
sangat memperhatikan gaya rambutku, sekarang aku fokus untuk menutupi Mahkota berharga
ku itu. Sampai saat ini, dirumah pun aku masih belajar, aku memakai celana
panjang dengan kaos yang longgar, dan setiap keluar rumah minimal pakai rok,
jaket dan jilbab. Baju-baju ku dan celana jeans kesayanganku dulu pun sudah
banyak ku masukkan ke gudang atau disumbangkan ke orang lain. Aku yang dulunya
sangat suka menari dan mengikuti trend dance sekarang aku lebih fokus
memperbaiki diri dengan membaca buku yang lebih berguna. Aku yang dulunya
sering keluar malam dengan hanya memakai jeans, baju dan jaket sekarang lebih
merasa nyaman dirumah, memperbaiki diri, memantaskan diri dan mempersiapkan
diri untuk menjadi madrasah pertama anak-anakku nanti.
Nggak apa-apa lho sesekali pergi silaturahmi, jalan-jalan bersama teman, refreshing tapi harus tetap sesuai adab dalam Islam karena selain kita merasa aman nyaman dan tentram, kita juga bisa menjaga diri kita sendiri, setiap orang punya waktu dan proses hijrahnya masing-masing kok, itu sih kata-kata dariku, semoga yang belum hijrah perlahan bisa berubah lebih baik, diberi petunjuk dan yang sudah hijrah semoga tetap istiqomah ya ^_^
Tidak ada komentar :
Posting Komentar