Kamis, 15 September 2016

Nilai Persahabatan dan Uang

Di sebuah kota tinggallah seorang saudagar kaya. Putranya bernama Mahmud. Teman Mahmud banyak sekali. Ia juga sering menjamu teman-temannya makan malam. Suatu hari Pak Saudagar Kaya bertanya pada anaknya, “Mahmud, siapakah mereka yang sering datang ke rumah ini?” “Mereka teman-temanku, Ayah,”jawab Mahmud.
Esok harinya, Pak Saudagar Kaya kembali bertanya pada anaknya. Jawaban Mahmud tetap sama. Akhirnya Pak Saudagar Kaya mengusir Mahmud dari rumahnya. Dengan sedih Mahmud pergi ke rumah seorang temannya. “Kawan, aku diusir ayahku. Bolehkah aku bermalam di rumahmu?” pinta Mahmud. “Ah, Mahmud! Sayang sekali, tak ada kamar kosong di rumahku. Kasihan sekali nasibmu!” jawab temannya itu.
Mahmud lalu mengunjungi rumah temannya yang lain. Namun semua memberi jawaban yang sama. Mahmud terpaksa bermalam di jalan. Setelah tiga minggu berlalu, datanglah pelayan ayahnya sambil berkata, “Tuan Muda, Tuan diminta kembali oleh ayah Tuan!” Maka kembalilah Mahmud kepada ayahnya. Setibanya di rumah, ayahnya berkata, “Anakku, seorang teman sejati tak akan membiarkan temannya dalam kesulitan. Mereka bukanlah teman sejati. Mereka berteman denganmu hanya karena uang! Jadi, hati-hatilah dalam memilih teman!”.
Setelah memberi nasihat, Pak Saudagar Kaya pergi ke pasar. Di sebuah tempat yang sepi, ia melihat seorang laki-laki terbunuh. Ia lalu mendekat untuk menolong laki-laki itu. Namun malang benar nasibnya! Ia malah disangka membunuh laki-laki itu. Polisi menangkapnya dan membawanya ke penjara.
Pengadilan menjatuhkan hukuman gantung kepadanya. Mendengar berita itu teman-teman Pak Saudagar Kaya merasa iba. Mereka lalu beramai-ramai datang menghadap Hakim. “Yang Mulia Bapak Hakim, tolong bebaskan kawan saya ini. Ia pasti tidak bersalah. Saya akan memberikan seluruh harta milik saya kepada Yang Mulia, andai Pak Saudagar Kaya dibebaskan!” seru Pak Peternak, sahabat Pak Saudagar Kaya.
Namun Hakim tetap pada keputusannya. “Yang Mulia, bebaskanlah teman hamba ini. Jika Yang Mulia menginginkan jaminan, saya bersedia menjadi penggantinya. Gantunglah saya, sebagai ganti Pak Saudagar Kaya!” tantang Pak Pedagang Kain. Mendengar kata-kata Pak Pedagang Kain, Hakim berpikir keras. Ia meminta kepada polisi untuk menyelidiki perkara pembunuhan sekali lagi. Akhirnya polisi menemukan pembunuh yang sebenarnya. Pak Saudagar Kaya pun dibebaskan.
Ketika Pak Saudagar Kaya sampai di rumah, ia berkata kepada Mahmud, “Anakku, lihat! Mereka itulah kawan-kawan sejatiku. Mereka tidak meninggalkan aku dikala aku susah. Kau harus mencari teman yang demikian!”. Mahmud mengangguk-angguk. Pak Saudagar Kaya lalu berkata lagi, “Nah, kini kuberikan kau seratus dinar. Pergunakanlah uang ini sebaik-baiknya!” Mahmud menerima pemberian ayahnya dengan senang hati. Ia membuka sebuah toko kecil. Setelah beberapa lama Saudagar Kaya datang mengunjungi toko anaknya dan bertanya, “Anakku, berapa besar penghasilanmu sekarang?” “Seribu dinar, Ayah,” jawab Mahmud bangga.
“Baik sekali!” puji Pak Saudagar Kaya, “Kau telah berhasil dengan baik. Sekarang, kembalilah kepadaku. Kita akan menjadi kawan berdagang yang baik!” Mahmud setuju. Suatu ketika ayah dan anak itu berjalan menyusuri tepi sungai. Tiba-tiba Pak Saudagar Kaya meminta uang Mahmud yang berjumlah seribu dinar. Tanpa disangka, ayahnya membuang kantung berisi seribu dinar itu.
“Apakah engkau merasa sedih, anakku?” tanya Pak Saudagar Kaya. “Ya, tentu saja,” jawab Mahmud, “Uang itu aku cari dengan susah payah.” Sekarang engkau merasakan, bagaimana perasaan seseorang yang jerih payahnya dibuang percuma,” kata Pak Saudagar Kaya. “Begitulah perasaanku dulu. Ketika kau berpesta pora dengan teman-temanmu.” Mahmud pun mengerti maksud ayahnya. Sejak itu Mahmud berjanji tak akan menghambur-hamburkan uangnya dengan percuma

Tidak ada komentar :

Posting Komentar