Suatu
ketika di negeri Syam hiduplah dua saudagar kaya bernama Muhsim dan Salim.
Kedua saudagar itu sudah lama menjalin persahabatan. Mereka sering berdagang
bersama-sama ke kota yang dekat maupun yang jauh dari Syam. Tersebutlah ada
seorang saudagar lain yang bernama Karim. Ia sangat iri dan dengki dan ingin
menjatuhkan perdagangan dan persahabatan mereka dengan cara memfitnah dan
mengadu domba keduanya.
Pada
suatu hari Karim datang ke rumah saudagar Muhsim yang sedang terbaring sakit.
Katanya, “Hai, saudaraku Muhsim, sebenarnya kedatanganku kemari hanya ingin
menyampaikan berita yang mungkin sangat mengejutkanmu dan membuatmu marah.” “Berita
apakah, hai Saudaraku?” tanya Muhsim dengan cemas. “Begini Saudaraku,” jawab
Karim. “Ketika sedang melewati rumah Salim, aku mendengar ia berkata kepada
istrinya, bahwa ia akan menipumu dengan mengatakan, dalam perjalanan ke Persia
ia diserang perampok.” Muhsim sangat terkejut dan marah besar. Ia percaya apa
yang dikatakan Karim. Karena sedang sakit ia memang menitipkan barang
dagangannya pada sahabatnya untuk dijual ke Persia.
Keesokan
harinya datanglah Karim ke rumah Salim yang hendak ke Persia. Lagi-lagi ia
memfitnah Muhsim. Katanya, ”Hai, Salim sahabatku, sebenarnya aku datang kemari
untuk menyampaikan berita yang mungkin sangat mengejutkanmu dan membuatmu
marah.” “Berita apakah, hai Karim?” tanya Salim tidak sabar, karena merasa
keberangkatannya tertunda. “Begini sahabatku, aku mendengar dari seorang temanku
yang disuruh oleh Muhsim untuk merampokmu di tengah perjalanan menuju Persia,”
jawab Karim. “Ia sebenarnya hanya pura-pura sakit agar dapat menjalankan tipu
dayanya," tambah saudagar Karim lagi dengan liciknya. Seketika itu juga
Salim marah, karena merasa ditipu dan dikhianati oleh sahabatnya. Setelah Karim
pulang, Salim tidak jadi berangkat ke Persia, tapi langsung pergi ke rumah
Muhsim.
Di
tengah perjalanan Salim bertemu dengan Muhsim yang walau sedang sakit akan
pergi ke rumah Salim. Saat itulah terjadi pertengkaran. “Mengapa kau hendak
menipuku?!!” tanya Salim dengan suara keras, karena sangat marah. “Aku tidak
pernah menipumu!!! Malah sebaliknya engkau yang akan menipuku!!!” tambah Muhsim
lagi dengan geram. Tiba-tiba saja Muhsim menghunus pedangnya dan perkelahian
hebat pun tak terhindarkan. Melihat kejadian itu dari balik pohon kurma, Karim
tertawa terbahak-bahak, karena merasa siasatnya berhasil. Ia tak menyadari
perbuatannya itu diketahui dan dicurigai oleh seorang kafilah yang hendak
beristirahat di perkebunan kurma itu. Dengan cepat kafilah itu menangkap dan
membawanya kepada kedua saudagar yang sedang berkelahi itu.
“Berhenti!!!”
teriak Kafilah itu dengan suara menggelegar. “Mengapa sesama sahabat kalian
berkelahi?” tanya Kafilah itu kembali dengan suara keras. Segera kedua saudagar
itu menceritakan semua apa yang mereka dengar dari Karim, yang ketika itu
berdiri di samping Kafilah itu dengan wajah pucat pasi. Kafilah tersebut sangat
marah kepada kedua saudagar itu, karena mereka percaya begitu saja apa yang
dikatakan orang lain tanpa menyelidiki dulu kebenarannya.
Akhirnya
kedua saudagar itu menyadari kekeliruan mereka. Mereka akhirnya tahu, selama
ini persahabatan mereka tidak sejati. Mereka curiga mencurigai, hingga mudah
diperdayai orang lain. Selanjutnya Karim dimasukkan ke penjara akibat
perbuatannya memfitnah dan mengadu domba orang lain.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar