Home

Minggu, 15 November 2020

Proses Hijrahku

Ini kisah hijrahku. Suatu hari aku bertemu dengan teman lama ku, awal bertemu dia kaget dan dia berkata “bulan, sejak kapan anak setomboi parah kayak kamu bisa pake gamis, pake jilbab rapi? Aneh ngeliatnya, selama ini kan pake rok aja jarang, nggak pernah malah, hahaha”. Iya, itulah cara bercanda temanku, dan aku selalu memaklumi itu karena dia selalu berkata jujur padaku.

Proses hijrahku memang panjang dan penuh rintangan. Aku sudah diperkenalkan dengan agama sejak kecil, sejak SD aku sudah disuruh untuk mengaji, walaupun tempatnya jauh aku tetap harus mengaji, makanya saat SD pun aku pernah mengaji di desa tetangga karena saat itu di desaku sedang tidak ada guru untuk mengaji. Karena saat kecil aku tidak terlalu banyak kesibukan, mau sejauh apapun pergi bukan masalah bagiku.

Saat itu pakaianku masih sangat minim, minim dalam artian bajunya tanpa lengan, kalo dulu aku namain baju seksi, kebanyakan bajuku seperti itu, bawahannya pun yang ku punya hanya celana, rok itu hanya rok sekolah dan 1 rok untuk mengaji, sisanya celana yang kalo pendek ya selutut atau diatas lutut dan paling panjang sepertiga kaki. Sekolahpun pakaianku baju pendek dan rok diatas lutut, itupun bajunya masih ku lipat-lipat, biar keren gitu kan. Yang lebih parah aku jarang sholat kecuali diajak ke masjid atau saat mengaji.

Sejak kecil sih sudah diajarkan tentang agama, cara mengaji, tata cara berpakaian dan sopan santun. Tapi ya namanya anak yang nggak nurut-nurut amat ya, semua itu cuma dianggap formalitas doang untuk memenuhi keinginan orang tua alias nggak terlalu dipikirkan. Saat SD pun aku banyak melakukan kegiatan kayak ikut-ikut lomba, menari dan mengaji. Iya, aku dulu seorang penari tradisional dan sering banget dipuji sama guru tari ku, kadang aku yang diminta untuk mengajari teman-temanku, ikut beberapa lomba tari ke daerah lain dan selalu menang sampai saat kelulusan menari pun aku melihat fotonya, wah ternyata nggak layak publish, pakaiannya hanya kain songket sama kemben, ditutupi sedikit sama selendang, trus pake make up, Masya Allah, kalo sekarang malu liatnya, haha

Berlanjut ke masa SMP, aku disekolahkan di MTs, ya Madrasah Tsanawiyah yang ilmu agamanya uwuh banget disana. Selama 2 tahun setengah aku dapat kepala sekolah yang disiplin parah, ada daun 1 di depan aja harus cepet-cepet dipungut, baju keluar sedikit saja harus segera dimasukin. Pakaian disekolah, iya rapi selalu pake jilbab tapi selalu nggak bertahan kalau diluar sekolah. Diluar sekolah aku hanya memakai baju lengan pendek, dan celana pendek, kalaupun pergi hanya memakai celana panjang dan baju pendek, kecuali kegiatan sekolah seperti wisata sama guru pakaiannya ya sopan banget, itupun minjem baju ke kakak atau baju pas lebaran yang dipake. Sholat sama ngajinya gimana? Sholatnya hanya kalo lagi di sekolah, sesekali sholat dirumah kalaupun bulan Ramadhan paling cuma shalat magrib sama tarawih yang rajin, kalo di sekolah kan sholat Dhuha, Ngaji, Sholat Dzuhur, kadang sholat Ashar pun di sekolah. Anehnya saat MTs itu, walaupun punya kepala sekolah yang super disiplin, tapi aku sama temen-temenku masih bisa bolos ke pasar, bolos buat jajan atau bolos buat main kerumah temen. Ya Allah, maafkanlah kelakuan ku yang kayak gitu...

Berlanjut ke masa SMA, aku masuk SMK Kesehatan, aku berpikir “malu dong dari MTs pas sekolah SMA malah lepas jilbab” dan akhirnya selama aku SMA aku memakai jilbab, tapi masih aja bandelnya Naudzubillah, dasi yang harusnya dipake di leher itu kadang ku iket ke kepala atau di pinggang, kadang ku buat hiasan diiket-iket di tangan, rok nya pressbody di pinggang, bajunya dilipat-lipat, jadi kayak anak tomboi yang maksain buat berhijab. Diluar sekolah pakaianku masih sama, pakai baju pendek dan celana pendek paling di tambah jaket, kalo jalan sama temen SMA baru pake jilbab, tapi bajunya semua pressbody, dan celana nya selalu jeans yang ketat itu, kalo sekarang liatnya wah gila aku yang dulu nggak ada syar’i nya sama sekali.

Lanjut ke kuliah D3, aku masuk ke D3 keperawatan dan kalo di kampus itu harus pake jilbab. Yah, udah biasa lah ya pake jilbab dari sekolah, di kampus pun seragamnya pake celana panjang, baju panjang dan jilbab. Tapi Masya Allah, saat D3 itu rasanya Allah mengajarkan aku caranya bersyukur, walaupun pakaian ku masih nggak syar’i banget, sholatnya masih bolong-bolong, kalo pergi kadang pake jilbab kadang enggak. Saat praktek di rumah sakit orang-orang yang ku temui membuat aku bersyukur banget bisa membantu banyak orang dan selalu diberi kesehatan. Bayangkan aja, dirumah sakit, ada yang kesusahan makan, gerak, ada yang kehilangan kesadaran, ada yang walaupun masih sakit tetap melaksanakan sholat lima waktunya, ada yang kesakitan, ada yang kesusahan bernafas dan masih banyak lagi.

Disitu aku merasa, Allah mengajarkanku bagaimana caranya bersyukur, lihat orang-orang yang diberi ujian dengan kesusahan-sesusahan seperti itu, aku yang sehat, oksigen masih gratis, badan masih sempurna, rezeki yang selalu mencukupi harusnya lebih bersyukur, lebih sering berterima kasih pada Allah, lebih sering melaksanakan kewajibanku sebagai manusia. Saat D3 itulah aku mulai berusaha sholat 5 waktu dan lebih bersyukur lagi dengan kehidupanku.

Berlanjut ke lulus D3, aku sudah sering memakai jilbab keluar rumah walaupun masih belum syar’i. Aku mulai berubah, perilaku ku tidak seburuk sebelumnya. Dosenku pernah mengingatkan “Belajarlah karena kebutuhan, bukan kewajiban, karena saat kamu butuh ilmu, kamu akan berusaha untuk mendapatkan ilmu tersebut, berbeda dengan kamu yang hanya mengerjakan tugas hanya agar tugas itu selesai dan kamu tidak mendapatkan apa-apa (By : Bunda Dini ter-the best)”. Kata-kata itu masih terukir di pikiranku. Setiap akan pergi aku selalu mengingat, aku memakai jilbab itu bukan hanya karena kewajiban, tapi aku butuh sesuatu untuk melindungiku dari godaan apapun.

Setelah 2 tahun aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar pulau ku, ya, di Solo, tanpa sengaja aku masuk ke kampus yang islami, awalnya aku merasa aneh melihat orang memakai gamis dan cadar. Akhirnya selama merantau dengan bermodalkan wifi aku lebih sering mendengar ceramah-ceramah di youtube, dan itu membuatku mengerti dan memahami bagaimana cara berpakaian Syar’i dan ternyata pakaian kita itu bisa menjauhkan orang tua kita dari pedihnya siksa neraka sekaligus menyelamatkan kita.

Perlahan aku mulai merubah penampilanku, dari hanya memakai baju kaos, jeans, jaket kadang berjilbab yang tidak menutupi dada, berubah menjadi baju yang agak longgar, memakai rok dan memakai jilbab menutupi dada, dan akhirnya aku memutuskan untuk memakai gamis dan hijab menutupi dada kemanapun aku keluar dari rumah.

Ya, Bulan yang dulunya sangat stylist dan selalu memperhatikan kerennya paduan pakaiannya, kini berubah jadi terlihat lebih Syar’i walaupun belum sempurna. Setiap proses butuh pengorbanan, aku yang dulunya sangat memperhatikan gaya rambutku, sekarang aku fokus untuk menutupi Mahkota berharga ku itu. Sampai saat ini, dirumah pun aku masih belajar, aku memakai celana panjang dengan kaos yang longgar, dan setiap keluar rumah minimal pakai rok, jaket dan jilbab. Baju-baju ku dan celana jeans kesayanganku dulu pun sudah banyak ku masukkan ke gudang atau disumbangkan ke orang lain. Aku yang dulunya sangat suka menari dan mengikuti trend dance sekarang aku lebih fokus memperbaiki diri dengan membaca buku yang lebih berguna. Aku yang dulunya sering keluar malam dengan hanya memakai jeans, baju dan jaket sekarang lebih merasa nyaman dirumah, memperbaiki diri, memantaskan diri dan mempersiapkan diri untuk menjadi madrasah pertama anak-anakku nanti.

Nggak apa-apa lho sesekali pergi silaturahmi, jalan-jalan bersama teman, refreshing tapi harus tetap sesuai adab dalam Islam karena selain kita merasa aman nyaman dan tentram, kita juga bisa menjaga diri kita sendiri, setiap orang punya waktu dan proses hijrahnya masing-masing kok, itu sih kata-kata dariku, semoga yang belum hijrah perlahan bisa berubah lebih baik, diberi petunjuk dan yang sudah hijrah semoga tetap istiqomah ya ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar