Prabu Angga
Larang yang menjadi penguasa kerajaan Padjajaran merasa resah dengan penyebaran
Islam yang begitu pesat diwilayahnya. Maklum saja, saat itu Padjajaran adalah
kerajaan yang menganut ajaran Hindu. Semenjak pusat penyebaran Islam hadir di
Tanjung Pura Karawang, banyak warga yang memeluk Islam.
Suatu hari,
Prabu Angga Larang Memanggil Putera Mahkotanya yang bernama Raden Pamanah Rasa.
"Ananda putraku, aku dengar bahwa di wilayah Tanjung Pura berdiri sebuah
pusat penyebaran agama baru. Jika kita biarkan, bisa membahayakan kerajaan
kita. Aku perintahkan kamu untuk segera menutup tempat tersebut," kata
Prabu Angga Larang. "Baik Paduka Raja. Hamba akan segera melaksanakan
titah Paduka," jawab Raden Pamanah Rasa.
Esok harinya,
sekelompok pasukan berkuda yang dipimpin oleh Raden Pamanah Rasa keluar dari
istana Padjajaran. Derap langkah mereka berpacu menuju Tanjung Pura, yang
terletak diwilayah bagian utara. Sementara, semangat di dalam dada Raden
Pamanah Rasa begitu bergelora. Ia sangat ingin segera menumpas orang-orang yang
dianggap menyebarkan ajaran sesat. Ajaran yang mengganggu ketentraman
wilayahnya.
Setelah beberapa
hari, pasukan raden Pamanah Rasa tiba di tempat tujuan, Tanjung Pura Karawang.
Sebuah tempat yang terletak di pinggir sungai yang besar dan dekat dengan laut
Jawa. "Sekarang kita istirahat dulu sambil mengamati situasi. Kita akan
menyerang setelah malam..." begitu Raden Pamanah Rasa punya rencana. "Siap
Raden! Laksanakan..!" jawab para tentaranya.
Hari beranjak
sore. Malam yang gelap mulai turun. Raden Pamanah Rasa masih bersembunyi di
semak. Pengawasannya tak lepas dari sebuah pendopo yang dicurigai sebagai pusat
penyebaran. Ia mengamati siutuasi. Tampak beberapa orang berjalan menuju sebuah
pendopo. Mereka kemudian duduk dan berkumpul.
Sesaat kemudian
terdengar suara melantun merdu. Iramanya mendayu, rasanya begitu menyentuh
hati. Raden Pamanah Rasa yang mendengar juga terpesona. Belum pernah ia
mendengar lantunan seperti ini sebelumnya, "Nyanyian apa ini?" begitu
bisik dihatinya. Lantunan merdu terus mendayu menembus malam. orang-orang yang
mendengar tertunduk. Raden Pamanah Rasa penasaran. Perlahan kakinya melangkah
mencari arah datangnya suara tersebut. Perlahan kakinya mengantarkannnya kepada
pendopo yang dipenuhi orang-orang. Ia lupa akan tugas utamanya. Ia justru
semakin penasaran. Dan ternyata, ketika tahu pemilik suara tersebut, ia semakin
terpesona. Ternyata lantunan merdu itu keluar dari perempuan yang sangat cantik
jelita.
Raden Pamanah
Rasa lupa akan tugas utamanya yang diembankan oleh Prabu siliwangi. Justru
kini, ia telah jatuh hati kepada Nyi Subang Larang, pemilik suara merdu
berwajah rupawan. Ia adalah seorang gadis jelita, putri
dari kerajaan di wilayah Cirebon. Setiap hari ia melantunkan ayat-ayat Al
Qur'an suci yang menyentuh hati. Karena itu, gurunya Syaikh Hasanudin dijuluki
Syaikh Quro, yang berarti pembaca Al Qur'an. Karena lantunan suara merdu
tersebut, masyarakat yang tinggal di sekitar Tanjung Pura masuk islam.
Alasannya sangat sederhana, ketika ayat Al Qur'an dibaca, mereka merasa tenang.
Hati yang mendengar merasa tenteram.
"Awalnya,
kami kesini ditugasi Prabu Siliwangi untuk menutup pusat ajaran baru. Tapi
setelah mendengar lantunan suara, justru kami langsung jatuh hati dan ingin
mempersunting Nyai," ucap Raden Pamanah Rasa. "Tentu saja, aku senang
dilamar oleh Putera Makhota. Tapi sebelum aku terima, ada syarat yang harus
dipenuhi," jawab Nyi Subang Larang.
"Syarat
apa, Nyai? Coba sebutkan. Emas permata, atau kidang kancana?" Raden
Pamanah Rasa penasaran. "Bukan itu permintaanku Raden. Aku hanya meminta,
Raden melamar cukup dengan untaian bintang saketi," "Bintang saketi ?
Apa itu?" "Bintang saketi adalah untaian batu permata yang hanya
terdapat di kota Mekkah," jelas Nyi Subang Larang. "Aku pasti
menyanggupinya. Tapi beri aku waktu..."
Sejak saat itu
Raden Pamanah Rasa menetap di Tanjung Pura Karawang. Dibawah Syaikh Quro. Ia
belajar mendalami berbagai ajaran islam. Setelah beberapa saat, ia belajar ke
Cirebon dan kemudian pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah Haji. Di Mekkah
itulah ia menemukan untaian batu mutiara yag dianggap Bintang Saketi,
permintaan Nyi Subang Larang, dambaan hatinya. Sepulang dari Mekkah, ia
kemudian menikahi Nyi Subang Larang. Kabar tersebut tersiar kepada telinga Prabu
Siliwangi, ayahnya sekaligus raja Padjajaran ketika itu. Tentu saja, Prabu
Siliwangi tidak terima dan mengirim pasukan untuk menumpas pusat penyebaran
islam. Namun, Raden Pamanah Rasa yang telah masuk islam dan menjadi suami Nyi
Subang Larang, berhasil melawannya. Pasukan Padjajaran kembali pulang ke kota
Galuh.
Selang beberapa
saat kemudian, Raja Padjajaran meninggal. Raden Pamanah Rasa kembali mendatangi
kerajaannya di daerah Galuh. Ia kemudian diangkat menjadi Prabu Siliwangi II
dengan permaisuri Nyi Subang Larang. Di masa pemerintahannya, ajaran islam
berkembang pesat. Sementara itu Tanjung Pura Karawang dipercaya sebagai
pesantren pertama di Jawa Barat. Kini, sebagai bukti peninggalannya, makam
Syaikh Quro dapat ditemui di Kecamatan Wadas Lemah Abang Karawang, Jawa Barat.
Ditempat ini setiap jum’at malam dipenuhi oleh peziarah
dari berbagai daerah.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar