Kamis, 06 Oktober 2016

Gadis Kecil dan Tukang Beras

Suatu ketika di pasar kecil di desa ada seorang tukang beras. Orangnya gemuk pendek dan perutnya gendut. Namanya Ming San. Di sebelah kiosnya ada perempuan tua yang menjual kue-kue. Orang-orang suka berbelanja pada Pak Ming San karena ia ramah, suka bergurau, dan murah hati. Setiap orang yang membeli beras selalu ditambahkannya sejumput.
Salah satu langganannya adalah Ling Ling, gadis kecil berusia 9 tahun. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam, dan bibirnya mungil. Sayangnya, hidungnya agak pesek. Beberapa hari sekali Ling Ling selalu datang membeli beras. Karena orang tuanya kurang mampu, mereka harus beli beras eceran, tak bisa beli untuk persediaan selama satu bulan. Setiap kali ia datang, Pak Ming San memberinya tambahan segenggam beras, bahkan kadang-kadang dua genggam. Tak lupa ditariknya hidung Ling Ling dan berkata, “Biar hidungmu mancung. Kalau hidungmu mancung kamu pantas jadi nyonya raja muda.”
Maka Ling Ling akan marah dan menjerit,”Auww, awas Pak Gendut. Kalau berani sekali lagi aku akan menangis!” Lalu Pak Ming San akan menarik hidungnya sekali lagi sambil berkata pada perempuan tua di sebelah kiosnya, “Lekas, Hau Ma. Berikan dia kue mangkok. Biar aku yang bayar. Aku khawatir dia benar-benar menangis!”
Maka Ling Ling pun mendapat kue mangkok merah. Ia mengucapkan terima kasih, membawa berasnya dan pulang ke rumah sementara Pak Ming Shan dan Hau Ma akan tertawa terbahak-bahak. Kadang-kadang Ling Ling bosan dengan kue mangkok. Jadi ia tak mau menerima kue mangkok itu, menutup matanya dengan lengannya dan pura-pura mau menangis. Dan Pak Ming San pun berseru, “Hau Ma, dia tak mau kue mangkok. Berikan kue moci, bakpao, atau apa saja. Pokoknya jangan sampai dia menangis!”
Maka Hau Ma akan membujuk, “Ayo, nona manis, pilih saja sesukamu. Pak Gendut akan bayar apa saja yang kamu mau!” Maka Ling Ling pun akan memilih kue yang disukainya. Bahkan, kalau dia sedang ingat adik laki-lakinya dia akan ambil kue 2 buah. Dan Pak Ming San sama sekali tak keberatan. Bahkan tawanya bertambah keras. Ia maklum bahwa orang tua Ling Ling jarang membelikan kue dan ia ingin menyenangkan hati anak itu.
Tahun demi tahun berlalu. Ketika Ling Ling sudah berusia 12 tahun ia tidak disuruh ke pasar lagi. Adik laki-lakinya yang menggantikan tugasnya. Ling Ling sibuk belajar memasak, meyulam, membaca kitab-kitab yang berguna. Pokoknya mempersiapkan diri menjadi calon istri yang sempurna.
Namun demikian tukang beras di pasar itu tetap mengingatnya walaupun tak ada kesempatan menggoda Ling Ling lagi. Ia sering bertanya pada adik Ling Ling, “Apa kabar si Ling Ling? Adakah hidungnya sudah mancung? Salam dari Pak Gendut!” Kadang-kadang ia mengirimkan kue empat lima buah untuk Ling Ling. Anehnya, semakin besar hidung Ling Ling semakin mancung sehingga ketika ia berusia 17 tahun ia tumbuh menjadi gadis yang cantik, cerdas, dan rajin.
Ketika tersiar kabar walikota mencari istri, Ling Ling pun diantar orang tuanya pergi ke kota. Ia menjalani berbagai ujian dan akhirnya terpilih menjadi istri walikota. Tugas suaminya terus berpindah-pindah dan Ling Ling mendukung karir suaminya. Hingga ketika Ling Ling berusia 28 tahun, suaminya diangkat menjadi raja muda di wilayah yang jauh dari desa kelahiran Ling Ling.
Suatu ketika Ling Ling rindu akan desa kelahirannya. Ia bermaksud berkunjung. Ia juga teringat akan Hau Ma dan Pak Ming San, tukang beras yang baik itu. Ia ingin membalas budi yang diterimanya pada waktu masa kanak-kanaknya.
Tapi, waktu itu Hau Ma sudah meninggal. Tinggal Pak Ming San yang masih setia berdagang beras di pasar. Berita kedatangan nyonya raja muda cepat tersiar di desa Ling Ling. Mereka sangat bangga karena nyonya pembesar itu adalah warga desa mereka. Juga tersiar berita bahwa nyonya raja akan datang ke pasar dan mencari Pak Ming San, tukang beras.
Sebetulnya Ming San sangat senang karena Ling Ling kecil yang sering digodanya dulu sudah menjadi orang terkenal. Tapi orang-orang di pasar berkata padanya, ”Ingat-ingat, kamu punya salah apa. Jangan-jangan dia datang untuk membalas dendam. Mungkin kamu akan ditangkap dan disiksa serta dipenjara!” Mendengar omongan mereka, Ming San menjadi gelisah. “Betul juga, ya. Dulu aku sering menarik hidungnya dan menggodanya kalau dia beli beras. Mungkin dia sakit hati dan sekarang akan menghukumku,” pikir Ming San.
Maka ketika rombongan nyonya raja muda datang, ia pulang ke rumah. Dengan gembira Ling Ling melihat-lihat pasar, menyapa orang-orang yang masih dikenalnya. Tapi, ia kecewa ketika mendapati kios tukang beras ditutup. “Mana Ming San? Lekas cari dia. Bawa dia menghadap. Aku tunggu dia di rumah orang tuaku!” perintah Ling Ling kepada para pengawal. Sementara itu Ming San yang ada di rumah sangat takut ketika diberi tahu bahwa para pengawal mencarinya. “Mati aku!” serunya ketakutan. Ia pun lari menuju pantai dan bermaksud melarikan diri naik kapal. Tapi, diujung jalan para pengawal menangkapnya dan membawanya menghadap Ling Ling di rumah orang tuanya yang kini sudah menjadi rumah yang megah.
Ming San berlutut, menyembah dan berkata, “Ampun Nyonya. Hamba minta ampun atas semua kesalahan hamba. Janganlah hamba yang tua ini dihukum. Kasihanilah hamba!" Ling Ling tertawa geli dan berkata, ”Pak Gendut, eh, Pak Ming San. Bapak omong apa, sih. Bapak sama sekali tidak bersalah. Saya mencari Bapak karena mau membalas budi baik Bapak. Dulu, ketika saya kecil Bapak selalu membelikan saya kue-kue karena orang tua saya tidak mampu membelinya. Bapak memberikan tambahan beras setiap kali saya berbelanja. Bahkan Bapak selalu berkata saya pantas menjadi istri raja muda. Itu membuat saya berani mengikuti ujian menjadi istri walikota dan yakin bahwa saya pantas menjadi istri raja muda. Dan sekarang hal itu menjadi kenyataan.”
Ming San merasa lega tak terkira. Bukannya dihukum, tapi ia mendapat hadiah sekantung emas. Ia sangat gembira dan berkata dalam hati, “Untung aku tak berhasil melarikan diri. Dasar, omongan orang tak bisa dipercaya.”

Demikianlah, tukang beras yang murah hati itu mendapatkan imbalan atas kemurahan hatinya pada seorang gadis kecil.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar