Home

Minggu, 28 Mei 2017

Laba-Laba, Kelinci Dan Sang Bulan


Sang bulan terlihat sedih karena sudah lama ia melihat banyak kejadian di dunia dan juga melihat banyak ketakutan yang dialami oleh manusia. Untuk membuat manusia menjadi tidak takut, sang bulan berupaya mengirimkan pesan kepada manusia melalui temannya sang laba-laba yang baik hati.
“Hai sang laba-laba, manusia di bumi sangatlah takut untuk mati dan hal itu membuat mereka menjadi sangat sedih. Cobalah tenangkan manusia-manusia itu bahwa cepat atau lambat manusia pasti akan mati, sehingga tidak perlu mereka untuk merasa sedih”, seru sang Bulan kepada temannya sang laba-laba.
Dengan perlahan-lahan sang laba-laba turun kembali ke bumi, dan dengan sangat hati-hati ia meniti jalan turun melalui untaian sinar bulan dan sinar matahari. Di perjalannnya turun ke bumi, sang laba-laba bertemu dengan si kelinci.  “Hendak kemanakah engkau hai sang laba-laba?” tanya si kelinci penuh rasa ingin tahu. “Aku sedang menuju bumi untuk memberitahukan manusia-manusia pesan dari temanku sang Bulan” sahut sang laba-laba menjelaskan. “oohh perjalananmu sangatlah jauh wahai sang laba-laba. Bagaimana jika kamu memberitahukan pesan sang Bulan kepadaku dan aku akan membantumu memberitahukan kepada manuisa-manusia itu” seru si kelinci. “hemm.. baiklah, aku akan memberitahukan pesan dari sang Bulan kepadamu.” jawab sang laba-laba. “Sang Bulan ingin memberitahukan manusia-manusia di bumi bahwa mereka akan cepat atau lambat mati ………” lanjut sang laba-laba.
Belum habis sang laba-laba menjelaskan, si kelinci sudah meloncat pergi sambil menghapalkan pesan sang laba-laba. ” Yah, beritahukan manusia bahwa mereka semua akan mati” serunya sambil meloncat-loncat dengan cepatnya. Sang Kelinci memberitahukan manusia pesan yang diterimanya. Manusia menjadi sangat sedih dan ketakutan.
Sang laba-laba segera kembali kepada sang Bulan dan memberitahukan apa yang terjadi. Sang bulan sangat kecewa dengan si kelinci, dan ketika si kelinci kembali sang bulan mengutuk si kelinci karena telah lalai mendengarkan pesan sang Bulan dengan lengkap.
Karena itu sampai saat ini si kelinci tidak dapat bersuara lagi. Bagaimana dengan sang laba-laba? Sang bulan menugaskan sang laba-laba untuk terus menyampaikan pesan kepada manusia-manusia di bumi tanpa boleh menitipkan pesannya kepada siapapun yang dijumpainya. Oleh karena itu sampai pada saat ini kita masih dapat melihat sang laba-laba dengan tekunnya merajut pesan sang bulan di pojok-pojok ruangan. Namun berapa banyakkah dari kita manusia yang telah melihat pesan sang Bulan tersebut?

Minggu, 21 Mei 2017

Kisah Putri Duyung


Tersebutlah seorang raja laut yang ditinggalkan oleh permaisurinya. Maka hidupnya hanya ditemani oleh enam orang putrinya dengan diasuh oleh seorang neneknya. Neneknya membuat peraturan, bahwa hanya jika sudah berusia lima belas tahun cucunya boleh muncul ke permukaan laut melihat dunia manusia. “Kenapa harus begitu, Nek?” tanya seorang cucunya. “Begitulah, agar kalian nampak cantik dilihat oleh manusia di daratan,” jawab neneknya.
Waktu pun berlalu. Satu persatu putri-putri itu tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Namun diantara putri-putri cantik itu yang paling cantik adalah Puteri Duyung bungsu. Ombak akan tenang bilamana Puteri Duyung muncul ke permukaan laut.
Pada suatu hari Putri Duyung bungsu muncul di permukaan laut. Dilihatnya sebuah perahu semakin mendekatinya. “Alangkah tampannya penumpang perahu itu. O, yang itu lebih tampan lagi,” katanya kepada dirinya sendiri setelah dekat dengan perahu. Dia memang heran, karena penumpang yang dianggapnya paling tampan adalah Putra seorang raja.
Tiba-tiba cuaca berubah menjadi buruk. Angin topan menyambar-nyambar perahu. Perahu jadi oleng. Dan akhirnya perahu itu tenggelam. Melihat kecelakaan tersebut Putri Duyung sangat kasihan kepada Putra Raja. Ditolongnya pemuda itu. Dalam keadaan pingsan Putra Raja diletakkan di tepi pantai, sedang dia sendiri kembali pulang kedasar laut.
Tapi sulit bagi Putri Duyung untuk melupakan wajah yang tampan itu. Maka dia menceritakannya kepada kakak-kakaknya apa yang telah dialaminya. Kakak-kakaknya tertawa memperolok. “Pantas saja kau jadi pemurung kini,” kata salah seorang kakaknya. Karena amat rindu kepada Putra Raja, Putri Duyung ingin pergi ke permukaan laut. Ingin menjumpai Putra Raja. Sebenarnya neneknya melarang agar jangan sekali-kali menjumpai Putra Raja, karena ekor Putri Duyung sangat buruk dan tak disukai oleh manusia. Namun Putri Duyung tetap berkemauan keras. Dia pergi kepada Pesihir.
“Aku bisa menolongmu, kau berkaki cantik asal suaramu boleh kuminta,” kata Pesihir. “Baiklah,” jawab Putri Duyung. “Minumlah obat ini jika kau sudah sampai di permukaan laut,”Putri Duyung mengangguk.
Sesampainya di permukaan laut, obat dari Pesihir itu diminumnya. Seketika itu juga dia pingsan. Tapi setelah siuman Putri Duyung melihat disampingnya telah duduk Putra Raja dengan tersenyum. Alangkah bahagia hati Putri Duyung. Tapi sayang ketika Putra Raja yang tampan menanyakannya, Putri Duyung tak bisa bersuara. Dia ingat bahwa suaranya telah diberikan kepada Pesihir. Dengan begitu Putra Raja seolah hanya berhadapan dengan seorang gadis cantik tetapi bisu. Kecewalah hati Putra Raja. Menangislah Putri Duyung ketika Putra Raja meninggalkannya. Dia pun jadi putus asa. Kemudian dia mencebur ke laut pulang ke istana ayahnya. Dia sangat malu kepada manusia. Itulah maka Putri Duyung selalu mengelak dari pandangan manusia.

Legenda Putri Kaguya


Putri Kaguya [かぐや姫] adalah seorang anak perempuan yang ditemukan oleh seorang kakek pengambil bambu dari dalam batang bambu yang bercahaya, tingginya cuma sekitar 9 cm tapi manis dan lucu. Anak perempuan tersebut dibawanya pulang dan dibesarkannya seperti anak sendiri. Sejak itu, setiap hari kakek selalu menemukan emas dari dalam batang bambu. Dalam 3 bulan, anak perempuan ini tumbuh menjadi seorang putri yang sangat cantik.
Berita kecantikan Putri Kaguya tersebar ke seluruh negeri. Banyak pria yang datang untuk melamarnya, tapi ditolak. Walaupun demikian para pria terus saja berdatangan, hingga akhirnya tersisa 5 orang. Sang kakek pun terpaksa membujuknya, Kaguya tidak mampu menolak, namun ia memberi syarat: Ia akan menikah dengan pria yang mampu membawa barang yang ia sebutkan : mangkuk suci Buddha, dahan pohon permata dari pulau Penglai, kulit tikus api dari Cina, mutiara berwarna dari leher naga, dan kulit kerang bercahaya milik burung walet.
Pelamar pertama kembali membawa mangkuk biasa, pelamar kedua membawa barang palsu buatan pengrajin, pelamar ketiga membawa kulit tikus biasa yang mudah terbakar, semua ditolaknya karena palsu. Pelamar keempat menyerah akibat dihantam badai di perjalanan, sedangkan pelamar kelima tewas akibat patah pinggang.
Berita kegagalan para pelamar dan kecantikan Putri Kaguya ini terdengar sampai pada kaisar Jepang, Mikado, yang jadi ingin bertemu dan akhirnya jatuh cinta pada Putri Kaguya. Kakek Pengambil Bambu membujuk Putri Kaguya agar mau menikah dengan Kaisar, tapi Putri Kaguya tetap menolak dengan berbagai alasan. Walaupun demikian, setelahnya, Putri Kaguya tetap berkomunikasi dengan sang Kaisar lewat puisi-puisi dari waktu ke waktu.
Setiap musim gugur tiba, ketika Putri Kaguya melihat bulan purnama, air matanya selalu menetes. Setiap kali ditanya oleh orang tua angkatnya, ia selalu diam seribu bahasa. Sampai pada suatu ketika, karena tidak tahan lagi, ia memberi tahu mereka yang sebenarnya bahwa ia bukan berasal dari dunia ini. Ia berasal dari bulan, dan walaupun ia sangat mencintai semua yang ada di bumi, pada saatnya nanti, ia harus segera kembali ke rumahnya di bulan. Ia kemudian menulis surat terakhirnya kepada Kaisar yang menceritakan identitasnya, bersama dengan surat itu disertakan beberapa tetes obat untuk hidup kekal sebagai tanda perpisahan.
Ketika saatnya tiba, Putri Kaguya diangkat kembali ke Tsukii-no-Miyako. Kaisar sangat sedih kehilangan orang yang dicintai sekaligus sahabatnya, ia kemudian meminta para pengawalnya untuk membawa surat balasannya ke gunung yang dipercaya paling dekat jaraknya dengan langit, yaitu gunung di Propinsi Suruga. Pengawal itu diperintahkan untuk membakar surat Kaisar setibanya disana agar pesannya sampai pada Putri Kaguya. Mereka juga diperintahkan untuk membakar obat untuk hidup kekal disana, sebab Kaisar tidak menghendaki hidup abadi tanpa melihat atau bersama Putri Kaguya.
Gunung tempat surat dan obat ini dibakar kemudian disebut 'Fushi no Yama', [Fushi atau Fuji berarti kekal, kemudian menjadi nama gunung tersebut, Gunung Fuji [Mount Fuji]. Dikatakan juga bahwa kanji dari kata gunung, 富士山, secara harafiah berarti 'gunung yang dipenuhi tentara', menunjuk pada para tentara yang mengemban titah Kaisar. Diceritakan bahwa asap dari pembakaran surat dan obat ini kadang masih terlihat di puncak Gunung Fuji. [Pada jaman dahulu, Gunung Fuji adalah gunung berapi yang aktif, lebih aktif daripada sekarang].

Minggu, 14 Mei 2017

Bintang Jatuh


Gadis kecil itu hidup sebatang kara. Ayah ibunya telah meninggal. Ia tak memiliki rumah untuk ia tinggali, juga pakaian untuk mengganti baju yang ia kenakan. Bahkan di tangannya hanya ada sepotong roti pemberian seorang dermawan.  Ia, gadis yang baik dan alim, maka ia percaya bahwa Yang maha Kuasa selalu menjaganya.
Di persimpangan jalan, Ia bertemu dengan seorang kakek yang tampak kelaparan. “Berilah aku sedikit makanan! Aku belum makan sejak tiga hari yang lalu,” katanya mengiba. Gadis kecil itu memberikan seluruh rotinya. “Makanlah yang kenyang!” kata Gadis kecil itu sambil berlalu.
Seorang anak perempuan kecil bermata besar menatapnya.  “Kepalaku dingin sekali,” ucapnya. “Maukah kau berikan aku sesuatu untuk menutupinya?” Gadis kecil itu tanpa berpikir panjang menyerahkan topi lusuh yang dipakainya. Ia memandang anak perempuan kecil itu yang berlari meninggalkannya.
Tak lama kemudian, ia melihat seorang anak yang hampir membeku karena tak memiliki baju hangat, maka ia memberikan satu-satunya jaket yang ia pakai. Sepatunya pun, diberikannya pada seorang anak yang kakinya sudah membiru saking kedinginannya. Hari hampir gelap ketika ia sampai di pinggir hutan dan seorang anak meminta baju yang ia pakai. “Hari sudah gelap, lagi pula di hutan tidak akan ada yang melihatku,” pikirnya. Tanpa ragu ia membuka baju dan memberikannya.
Berdirilah ia di dalam hutan, tanpa pakaian selembar pun. Tapi hatinya tetap bahagia dengan semua yang telah ia berikan. Tiba-tiba dari atas langit malam, berjatuhanlah bintang-bintang. Semuanya jatuh di dekat kaki si gadis kecil. Saat ia memungutnya, benda-benda yang bersinar itu tiada lain adalah kepingan uang emas. Tubuhnya pun tidak lagi telanjang. Sehelai pakaian indah terbuat dari sutra melekat di tubuhnya. Ia tahu, Yang Maha Kuasa telah memberikan pertolongan padanya.

Minggu, 07 Mei 2017

Hiu Dan Lumba-Lumba


Ikan hiu dan ikan lumba-lumba mempunyai perangai yang berbeda, namun mereka tetap bersahabat. Ikan hiu dikenal mempunyai sifat serakah, ganas, dan kejam. Berlawanan dengan sifat ikan lumba-lumba yang penyabar dan bijak. Walaupun demikian mereka selalu bersama bila mencari makan.
Suatu hari, mereka beriringan mencari makan di lautan yang dalam. Ikan lumba-lumba senang memangsa ikan-ikan yang kecil, sedangkan ikan hiu lebih suka memangsa ikan-ikan yang besar. Ikan hiu mempunyai nafsu makan yang luar biasa. Walaupun telah mendapat ikan yang besar sekalipun, kadang ikan hiu masih suka menangkap mangsa yang lain. Bahkan seringkali ikan hiu tidak menghabiskan mangsanya, karena perutnya sudah tidak muat lagi untuk menampung.
Ketika sampai di sebuah tempat, mereka segera mengejar-ngejar mangsa yang berada di sekitarnya. Ikan hiu dengan buasnya melahap ikan-ikan yang besar, sedang ikan lumba-lumba hanya memangsa ikan-ikan kecil yang berada di dekatnya. Ikan lumba-lumba memang tidak berminat memakan ikan-ikan yang besar, walaupun sebenarnya mudah didapat.
Tanpa sepengetahuan ikan hiu dan ikan lumba-lumba, tiba-tiba saja sebuah perahu nelayan berada tepat di atas mereka. Di atas perahu itu nampak dua orang nelayan yang akan menjaring ikan. Tidak lama kemudian, kedua nelayan menebarkan jaring-jaring perangkapnya. Ikan hiu yang sedang memangsa ikan, terkejut melihat jaring-jaring yang ditebarkan nelayan itu. Namun dengan gerak cepat, ikan hiu dapat melesat dan menghindari jaring-jaring itu.
"Awas lumba-lumba! Ada jaring perangkap!" teriak ikan hiu memperingatkan ikan lumba-lumba. Tetapi sayang, karena gerakan ikan lumba-lumba tidak cepat, ia terperangkap. "Tolong aku hiu! Aku terperangkap!" jerit ikan lumba-lumba meminta bantuan. Ikan hiu mencoba memberikan pertolongan. Dengan gigi-giginya yang tajam ia berusaha memutuskan tali jaring-jaring perangkap itu. Tetapi usahanya sia-sia, karena kedua nelayan itu segera menarik jaring perangkapnya.
Saat menarik hasil tangkapannya, kedua nelayan itu merasa keberatan. Dengan sekuat tenaga perlahan-lahan hasil tangkapan itu dapat ditarik. "Tampaknya hasil tangkapan kita banyak sekali hari ini!" ucap salah seorang nelayan dengan raut wajah gembira. "Ya, kelihatannya begitu. Beratnya dua kali lipat dari biasanya!" ujar nelayan yang satunya lagi. Lihat! Ada ikan yang besar sekali!" teriak salah seorang nelayan begitu melihat hasil tangkapannya di permukaan air. "Pantas saja berat sekali!" seru nelayan yang satunya lagi. Kemudian mereka mengangkat hasil tangkapannya itu ke atas perahu."Akan kita apakan ikan yang besar ini?" tanya nelayan itu.
"Sebaiknya kita jual saja bersama dengan ikan-ikan yang lain. Mungkin harganya lebih mahal!" jawab nelayan satunya. Mendengar dirinya akan dijual di pasar, ikan lumba-lumba hanya dapat menangis tersedu-sedu. Tubuhnya menggeliat kepanasan karena terik matahari yang mulai menyengat. Kedua nelayan itu memperhatikan gerak-gerik ikan lumba-lumba yang menggeliat di atas perahu mereka. Kulitnya mulai mengering karena panasnya sinar matahari. Air mata ikan lumba-lumba mulai menetes dan membasahi seluruh tubuhnya.
"Lihatlah! ikan besar itu menangis!" seru seorang nelayan. "Ya, tampaknya ikan itu sedih mendengar dirinya akan dijual di pasar." Jawab nelayan yang satunya. "Bagaimana kalau ikan besar itu kita lepaskan kembali ke laut? Aku tidak tega melihat ikan ini menangis terus." "Baiklah kalau begitu, akupun tidak tega menjual ikan sebesar ini ke pasar. Kalau begitu mari kita lepas ikan ini." Ucap nelayan yang satu dengan hati terharu.
Mereka mengangkat dan melepaskan ikan lumba-lumba ke laut. Ikan lumba-lumba berhenti menangis, hatinya berubah gembira tak terkira karena selamat dan tidak jadi dijual oleh nelayan itu. Sebagai tanda terima kasihnya, ikan lumba-lumba berlompat-lompat di depan perahu mereka, dan bersiul tanda gembira. Kedua nelayan itupun senang dan tersenyum melihat ikan lumba-lumba tidak bersedih lagi. Kemudian nelayan itu pulang.
"Hai hiu! Aku selamat!" sapa ikan lumba-lumba kepada ikan hiu dengan hati gembira. "Bagaimana kau bisa lolos?" tanya ikan hiu keheranan. "Nelayan-nelayan itu yang melepaskanku. Mereka itu baik hatinya. Mereka tidak sampai hati menjualku ke pasar. Padahal katanya, aku bisa dijual dengan harga mahal." Cerita ikan lumba-lumba pada ikan hiu. "Ah tidak, nelayan-nelayan itu serakah! Seharusnya aku yang mendapatkan ikan-ikan besar tadi. Karena nelayan itu menjaringnya aku jadi tidak kebagian!" ujar ikan hiu dengan hati kesal.
"Tidak kawan, nelayan itu tidak serakah. Kalau mereka serakah, pasti aku sudah dijualnya tadi." Ucap ikan lumba-lumba menyangkal pendapat ikan hiu. "Tidak, aku tetap tidak suka dengan nelayan itu. Mereka tangkap semua ikan-ikan yang seharusnya menjadi bagianku. Kelak suatu saat, bila ada perahu nelayan yang hancur diterjang badai, aku akan memangsa mereka sebagai gantinya." Demikian ikan hiu bersumpah.
"Jangan kawan, janganlah kamu berbuat begitu. Kamulah yang sebenarnya serakah. Tidak puaskah kamu memakan ikan-ikan yang ada. Rasa-rasanya kita tidak akan kekurangan makanan, walaupun nelayan-nelayan itu menangkapi ikan-ikan di sini setiap hari." Tutur ikan lumba-lumba menasihati.
"Bila kelak ada manusia yang tertimpa musibah, aku pasti akan menolongya. Sebab aku merasa berhutang budi kepada nelayan yang telah menolongku. Aku tak akan melupakan budi baik mereka. Makanya aku berjanji akan selalu menolong manusia yang kesusahan." Begitulah janji ikan lumba-lumba untuk membalas kebaikan manusia.