Minggu, 30 April 2017

Hikayat Antu Ayek


Konon kabarnya, dahulu kala hiduplah seorang gadis dari keluarga sederhana bernama Juani. Juani merupakan gadis kampung yang elok rupawan, berkulit kuning langsat dan rambut panjangnya yang hitam lebat. Keelokan rupa Gadis Juani sudah begitu terkenal di kalangan masyarakat. Sehingga wajar kiranya jika banyak bujang yang berharap bisa duduk bersanding dengannya. Namun apalah daya, Gadis Juani belum mau menentukan pilihan hati kepada satu bujang pun di kampungnya. Hingga, pada suatu masa, bapak Gadis Juani terpaksa menerima pinangan dari Bujang Juandan, karena terjerat hutang dengan keluarga Bujang Juandan. Bujang Juandan adalah pemuda dari keluarga kaya raya, namun yang menjadi masalah adalah Bujang Juandan bukanlah pemuda tampan. Bahkan tidak sekadar kurang tampan, Bujang Juandan pun menderita penyakit kulit di sekujur tubuhnya, sehingga ia pun dikenal sebagai Bujang Kurap.
Mendengar kabar itu, Gadis Juani pun bersedih hati. Ia hendak menolak namun tak kuasa karena kasihan kepada bapaknya. Berhari-hari ia menangisi nasibnya yang begitu malang. Namun apa hendak dikata, pesta pernikahan pun sudah mulai dipersiapkan. Orang sekampung ikut sibuk menyiapkan upacara perkawinan Gadis Juani dan Bujang Juandan. Akhirnya malam perkawinan itu pun tiba, Gadis Juani yang cantik dipakaikan hiasan penganten yang begitu anggun menunggu di kamar tidurnya sambil berurai air mata.
Ketika orang serumah turun menyambut kedatangan arak-arakan rombongan Bujang Juandan, hati Gadis Juani semakin hancur. Di tengah kekalutan pikiran, ia pun mengambil keputusan, dengan berurai air mata ia keluar lewat pintu belakang dan berlari menuju sungai. Akhirnya dengan berurai air mata Gadis Juani pun mengakhiri hidupnya dengan terjun ke sungai. Kematiannya yang penuh derita menjadikannya arwah penunggu sungai yang dikenal sebagai Antu Ayek yang sering mencari korban anak-anak.

Minggu, 23 April 2017

Hikayat Anjing, Kucing Dan Tikus


 Pada zaman dahulu, nan jauh di sana tersebutlah sebuah negeri yang elok permai. Alkisah rakyat negeri itu tengah dilanda kesusahan. Ada seekor burung raksasa pemakan manusia datang ke negeri itu. Telah banyak anak negeri yang dimakan burung buas itu. Baginda raja pun gundah. Telah banyak hulubalang perkasa mencoba melawan burung itu. Namun tak satu pun hulubalang itu yang kembali dengan selamat.
Hatta datanglah tiga hewan menghadap baginda raja. Mereka adalah anjing belang nyungcang, tikus jinada putih dan kucing candramawat. Ketiganya menyediakan diri untuk melawan burung raksasa itu. "Hai kalian bertiga", sabda baginda raja, "pekerjaan ini teramat sukarnya." "Dengan titah telapak duli paduka, kami akan melaksanakan", sembah kucing candramawat. "Baiklah jika demikian. Apabila kalian berhasil maka aku akan memberi hadiah bagi kalian. Sekarang berangkatlah." "Daulat Tuanku", sembah ketiganya, "Titah duli sah alam hamba junjung tinggi."
Berangkatlah ketiga hewan gagah berani itu. Malam hari mereka tiba di bawah sarang burung buas itu. Ketiganya pun mengatur siasat. Menjelang dini hari si tikus jinada putih memanjat ke sarang burung itu. Lalu diam-diam tikus itu menyusup ke balik bulu-bulu sayap burung itu hingga putus. Baginya saat burung raksasa itu bangun perutnya terasa lapar. Burung itu pun bangkit untuk terbang. Namun saat mengepakkan sayapnya hanya sebelah saja yang terkepak. Sayap sebelah lagi uratnya telah terputus, maka jatuhlah burung itu.
Anjing belang nyungcang segera memburu ke tempat jatuhnya burung itu, ia lalu menyalak. Kucing candramawat segera datang, ia menggigit leher burung raksasa itu sampai mati. Suka citalah seluruh rakyat negeri itu. Kini burung pembawa malapetaka telah mati. Baginda raja memberi hadiah bagi ketiga hewan itu. Si kucing candramawat diizinkan tinggal di dalam dapur manusia dan makan makanan enak yang ada di dapur. Anjing belang nyungcang dijadikan penjaga rumah dan selalu diberi makanan, sedang si tikus jinada putih diizinkan tinggal di sawah dan makan padi yang ada.

Minggu, 16 April 2017

Hang Tuah


Alkisah, Di pantai barat Semenanjung Melayu, terdapat sebuah kerajaan bernama Negeri Bintan. Waktu itu ada seorang anak laki-laki bernama Hang Tuah. Ia seorang anak yang rajin dan pemberani serta sering membantu orangtuanya mencari kayu di hutan. Hang Tuah mempunyai empat orang kawan, yaitu Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Lekiu dan Hang Kesturi. Ketika menginjak remaja, mereka bermain bersama ke laut. Mereka ingin menjadi pelaut yang ulung dan bisa membawa kapal ke negeri-negeri yang jauh.
Suatu hari, mereka naik perahu sampai ke tengah laut. “Hei lihat, ada tiga buah kapal!” seru Hang Tuah kepada teman-temannya. Ketiga kapal itu masih berada di kejauhan, sehingga mereka belum melihat jelas tanda-tandanya. Ketiga kapal itu semakin mendekat. “Lihat bendera itu! Bendera kapal perompak! “Kita lawan mereka sampai titik darah penghabisan!” teriak Hang Kesturi. Kapal perompak semakin mendekati perahu Hang Tuah dan teman-temannya. “Ayo kita cari pulau untuk mendarat. Di daratan kita lebih leluasa bertempur!” kata Hang Tuah mengatur siasat. Sesampainya di darat Hang Tuah mengatur siasat. Pertempuran antara Hang Tuah dan teman-temannya melawan perompak berlangsung sengit. Hang Tuah menyerang kepala perompak yang berbadan tinggi besar dengan keris pusakanya. “Hai anak kecil, menyerahlah… Ayo letakkan pisau dapurmu!” Mendengar kata-kata tersebut Hang Tuah sangat tersinggung. Lalu ia melompat dengan gesit dan menikam sang kepala perompak. Kepala perompak pun langsung tewas. Dalam waktu singkat Hang Tuah dan teman-temannya berhasil melumpuhkan kawanan perompak. Mereka berhasil menawan 5 orang perompak. Beberapa perompak berhasil meloloskan diri dengan kapalnya.
Kemudian Hang Tuah dan teman-temannya menghadap Sultan Bintan sambil membawa tawanan mereka. Karena keberanian dan kemampuannya, Hang Tuah dan teman-temannya diberi pangkat dalam laskar kerajaan. Beberapa tahun kemudian, Hang Tuah diangkat menjadi pimpinan armada laut. Sejak menjadi pimpinan armada laut, negeri Bintan menjadi kokoh dan makmur. Tidak ada negeri yang berani menyerang negeri Bintan. Beberapa waktu kemudian, Sultan Bintan ingin mempersunting puteri Majapahit di Pulau Jawa. “Aku ingin disiapkan armada untuk perjalanan ke Majapahit,” kata Sultan kepada Hang Tuah. Hang Tuah segera membentuk sebuah armada tangguh. Setelah semuanya siap, Sultan dan rombongannya segera naik ke kapal menuju ke kota Tuban yang dahulunya merupakan pelabuhan utama milik Majapahit. Perjalanan tidak menemui hambatan sama sekali. Pesta perkawinan Sultan berlangsung dengan meriah dan aman.
Setelah selesai perhelatan perkawinan, Sultan Bintan dan permaisurinya kembali ke Malaka. Hang Tuah diangkat menjadi Laksamana. Ia memimpin armada seluruh kerajaan. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena para perwira istana menjadi iri hati. Para perwira istana menghasut Sultan. Mereka mengatakan bahwa Hang Tuah hanya bisa berfoya-foya, bergelimang dalam kemewahan dan menghamburkan uang negara. Akhirnya Sultan termakan hasutan mereka. Hang Tuah dan Hang Jebat di berhentikan. Bahkan para perwira istana mengadu domba Hang Tuah dan Hang Jebat. Mereka menuduh Hang Jebat akan memberontak. Han Tuah terkejut mendengar berita tersebut. Ia lalu mendatangi Hang Jebat dan mencoba menasehatinya. Tetapi rupanya siasat adu domba oleh para perwira kerajaan berhasil. Hang Jebat dan Hang Tuah bertengkar dan akhirnya berkelahi. Naas bagi Hang Jebat. Ia tewas ditangan Hang Tuah. Hang Tuah sangat menyesal. Tapi bagi Sultan, Hang Tuah dianggap pahlawan karena berhasil membunuh seorang pemberontak. “Kau kuangkat kembali menjadi laksamana”, kata Sultan pada Hang Tuah. Sejak saat itu Hang Tuah kembali memimpin armada laut kerajaan.
Suatu hari, Hang Tuah mendapatkan tugas ke negeri India untuk membangun persahabatan antara Negeri Bintan dan India. Hang Tuah di uji kesaktiannya oleh Raja India untuk menaklukkan kuda liar. Ujian itu berhasil dilalui Hang Tuah. Raja India dan para perwiranya sangat kagum. Setelah pulang dari India, Hang Tuah menerima tugas ke Cina. Kaisarnya bernama Khan. Dalam kerajaan itu tak seorang pun boleh memandang langsung muka sang kaisar. Ketika di jamu makan malam oleh Kaisar, Hang Tuah minta disediakan sayur kangkung. Ia duduk di depan Kaisar Khan. Pada waktu makan, Hang Tuah mendongak untuk memasukkan sayur kangkung ke mulutnya. Dengan demikian ia dapat melihat wajah kaisar. Para perwira kaisar marah dan hendak menangkap Hang Tuah, namun Kiasar Khan mencegahnya karena ia sangat kagum dengan kecerdikan Hang Tuah.
Beberapa tugas kenegaraan lainnya berhasil dilaksanakan dengan baik oleh Hang Tuah. Hingga pada suatu saat ia mendapat tugas menghadang armada dari barat yang dipimpin seorang admiral yang bernama D Almeida. Armada ini sangat kuat. Hang Tuah dan pasukannya segera menghadang. Pertempuran sengit segera terjadi. Saat itulah Hang Tuah gugur membela tanah airnya. Ia tewas tertembus peluru sang admiral.
Sejak saat itu, nama Hang Tuah menjadi terkenal sebagai pelaut ulung, laksamana yang gagah berani dan menjadi pahlawan di Indonesia dan di Malaysia. Sebagai bentuk penghormatan, salah satu dari kapal perang Indonesia diberi nama KRI Hang Tuah. Semoga nama itu membawa ‘tuah’ yang artinya adalah berkah.

Minggu, 09 April 2017

Pemuda Yang Serakah


Dikisahkan pada jaman dahulu, ada seorang pemuda desa yang cerdas namun agak serakah. Mungkin karena sejak lahir hidupnya selalu dalam kemiskinan. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Ia hidup sebatang kara. Suatu hari dia berdoa : "Ya Tuhan jadikanlah aku pemuda perkasa yang punya kemampuan luar biasa." Setahun telah berlalu, namun doanya belum juga dikabulkan. Hingga akhirnya dia naik ke puncak pohon yang paling tinggi di hutan dekat desanya. Tingginya kira-kira 10 meter. Dengan lantang ia berteriak "Tuhan mengapa kau tak adil padaku! Aku tak pernah keberatan telah dilahirkan sebagai orang miskin! Sekarang aku hanya minta dijadikan orang yang paling perkasa, Tuhan! Hanya itu ! Kenapa kau tak mengabulkannya? Atau kau memang tak mampu?!" Rupanya ia begitu marah hingga ia menyindir Tuhan.
Saat itu juga langsung terdengar gemuruh petir di langit dan cahaya kilat menyambar pohon yang ia naiki. "Tuhan aku tidak takut! Kalau kau tak mampu menjadikan aku orang yang perkasa, berhentilah menjadi Tuhan!!". Dengan kesal ia turun dari pohon dengan tergesa-gesa. Ups! Kakinya salah berpijak. Ia menginjak ranting pohon yang ringkih. Tubuhnya limbung kehilangan keseimbangan. Tangannya pun terhentak, lepas dari pegangan batang pohon. Serta merta tubuhnya meluncur dengan cepat ke tanah. Ia berteriak ketakutan sambil memejamkan mata. Tapi ternyata "Aaaaaaaaa...kok ? Aku bisa terbang!! Aku bisa terbang! Aku bisa terbang," tubuh pemuda itu ringan seperti kapas. Ia tak jatuh kebawah, bahkan tubuhnya kini melayang.
"Wah, seandainya di punggungku ada sayapnya, pasti tambah asyik! Tuhan... beri aku sayap!" teriaknya. Tiba-tiba punggungnya menggelembung dan ... "Hey, aku punya sayap ! Aku akan terbang terus menuju matahari. Aku ingin tahu sepanas apakah matahari," kata Pemuda itu dengan sombongnya. Saat itu ia tak menyadari bahwa kaki dan tangannya berubah menjadi sangat kecil dan tipis.
Kira-kira 10.000 kilometer menuju matahari, kulitnya mulai terbakar hingga kecoklatan. Ia paksakan terus terbang menuju matahari. Tapi lama-kelamaan ia tak tahan. Tubuhnya seperti terpental, meluncur, terus meluncur dengan cepatnya ke tanah dan ..Brug ! "Aaaaaaaaaahhhhhhh..." teriaknya. Ia sudah pasrah jika harus mati. Tubuhnya telah sampai ke tanah. Namun, "Telah mati kah aku ?" Ia mencoba membuka matanya. Lalu terdengar sebuah suara yang terdengar bijak, entah darimana, "Kau terlalu serakah, setelah dikabulkan permintaan pertama, kau meminta lagi, lagi, dan lagi. Ingatlah yang kau inginkan belum tentu yang terbaik untuk dirimu. Padahal seandainya kau tidak serakah...,"
"Oh...tubuhku mengapa seperti ini?" pemuda itu memperhatikan tubuhnya. warna kulitnya menjadi coklat keemasan. Kaki dan tangannya menjadi kecil dan tipis, kini di hidungnya pun ada dua helai kumis yang memanjang. Di punggungnya yang kini lebih menonjol ada sayap.
Begitu malunya pada Tuhan, ia berlari menuju tempat-tempat gelap untuk bersembunyi. Ia terus berlari menuju desanya untuk menyembunyikan diri di tempat yang gelap, kotor, lembap, dan bau. Ia beharap Tuhan tak menemukannya di tempat-tempat seperti itu.
Tapi oleh manusia ia jadi terlihat menjijikan. Hingga suatu hari kakinya tersandung sesuatu. Membuat tubuhnya terlentang diatas punggungnya. Kakinya yang terlalu kecil, pendek dan lemah membuatnya tak kuasa kembali pada posisinya semula. Sebab punggungnya yang dilapisi sayap terlalu tinggi dari kaki dan tangannya. Ia seperti kehabisan nafas. Ia terus meronta-ronta. Sampai akhirnya ia mati kelelahan dan kehabisan nafas dengan mengeluarkan busa-busa putih dari dalam tubuhnya.

Minggu, 02 April 2017

Raja Yang Adil Dan Seekor Semut


Di zaman mesir kuno, hiduplah seorang raja yang sangat adil dan bijaksana. Ucapannya adalah kebenaran, sementara prilakunya adalah panutan. Karena keadilannya, rakyat Mesir hidup dalam kemakmuran. Rakyat Mesir hidup dalam kebahagiaan yang tiada tara. Kerananya tak heran bila mereka sangat mencintai rajanya tersebut. Dalam menegakkan hukum, raja tidak pernah pilih kasih. Sekalipun ada anggota istana atau keluarga yang berbuat kesalahan, Raja Mesir tersebut tetap memberi hukuman. Karena ketegasan hukum tersebut, tingkat kejahatan di Wilayah mesir kecil sekali.
Selain adil, raja Mesir ini sangat menyukai binatang. Sampai-sampai ia mampu berkomunikasi dengan berbagai jenis binatang. Suatu hari, ia berjalan-jalan mendatangi sebuah lubang semut yang berada di sekitar taman istana. Ternyata dimulut lubang, seekor semut telah menunggu kedatangan Raja bijaksana tersebut. Begitu melihat wajah raja, semut tampak riang gembira.
"Bagaimana kabarmu semut ?" tanya Raja. "Hamba baik-baik saja, Baginda. Terimakasih telah berkunjung," jawab semut antusias. "Badanmu tampak berkeringat dan tampak lelah. Kamu dari mana ?" tanya Raja. "Sejak pagi, hamba telah pergi ke beberapa tempat tapi belum juga mendapat makanan, Baginda". "O begitu. Jadi kamu belum makan ?" "Betul, Baginda" jawab semut.
Baginda raja termenung sejenak. Ia memperhatikan semut yang ada di hadapannya. Tampak memang, wajah semut sedikit pucat. "Sekarang kamu lapar sekali ya?" tanya Raja "Tentu Baginda" "Semut, kalau dijumlahkan, berapa banyak makanan yang kamu perlukan dalam setahun ?" "Hanya sepotong roti, Baginda" "Hanya sepotong roti?" Raja meyakinkan. "Betul Baginda. Bagi manusia, ukuran tersebut tidak seberapa," jelas semut. "Baiklah kalau begitu. Aku akan memberi kamu sepotong roti." "Hamba sangat senang. Terima kasih, Baginda" "Sekarang, kamu akan kubawa ke istanaku," kata Raja "Hamba menurut saja."
Kemudian Raja Mesir itu memindahkan semut ke tangannya lalu membawanya menuju istana. Semut yang kecil itu sangat gembira karena mendapat perlakuan istimewa dari Raja Mesir. Ia sudah membayangkan bahwa selama setahun kedepan ia tak perlu susah payah mencari makan, karena telah disediakan sepotong roti oleh Raja. Ia membayangkan juga, bahwa roti istana pasti lebih manis dan enak, tidak seperti sisa-sisa makanan yang selama ini ia temukan.
Tiba di istana, Raja Mesir itu membawa semut ke sebuah ruangan. "Sekarang masuklah kamu kedalam tabung ini. Di tabung ini telah kusimpan sepotong roti jatah untuk makan kamu setahun," jelas Raja. "Baik Baginda. Hamba akan masuk," jawab semut. "Setahun yang akan datang, aku akan kembali dan membuka tabung ini." "Hamba tunggu, Baginda."
Tabung berisi semut dan sepotong roti itu segera ditutup rapat oleh Raja Mesir. Tak lupa, Raja Mesir tersebut membuat lubang untuk keluar masuknya udara. Kemudian, tabung tersebut disimpan raja dalam sebuah lemari. Raja Mesir tersebut meninggalkan semut dalam tabung seorang diri. Ia kemudian menjalankan kegiatan istana seperti biasa. Menyelesaikan berbagai persoalan, seperti memberi bantuan kepada rakyat yang datang keistana, menghukum pelaku kejahatan, serta membangun fasilitas keperluan rakyatnya.
Hari terus berganti, tak terasa setahun telah berlalu. Raja Mesir tersebut ingat dengan janjinya. Ia segera memasuki ruangan tempat ia menyimpan tabung yang berisi semut dan sepotong roti. Diambilnya tabung tersebut. Perlahan-lahan ia membuka tutup tabung. dari dalam tabung, muncul wajah semut. "Bagaimana kabarmu semut?" tanya Raja Mesir. "Alhamdulillah hamba baik-baik saja," jawab semut. "Setahun berada di dalam tabung, bagaimana rasanya?" "Tidak masalah. Hamba menikmatinya." "Apakah kamu mengalami sakit selama ini ?" "Tidak baginda. Hamba sehat-sehat saja."
Raja Mesir itu mengamati dengan seksama tubuh semut. Memang, semut itu tetap segar seperti setahun silam. Kemudian ia terkejut ketika mendapati separuh dari sepotong roti yang ia berikan. "Mengapa roti pemberianku tidak kamu habiskan? Katanya dalam setahun cukup sepotong roti untuk jatah makan. Tapi, kok masih kamu sisakan separuh?" tanya Raja. "Maaf baginda. Roti itu memang sengaja hamba sisakan. Sebab hamba khawatir kalau-kalau Baginda lupa menemui hamba lagi." "Oh, begitu" "Kalau Baginda lupa, hamba masih punya persediaan makan buat setahunnya lagi," jawab semut.
Raja Mesir yang bijaksana tersebut cukup tersentuh dengan penjelasan semut. Semut yang kecil ternyata memiliki pikiran yang lebih jauh. Semut yang kecil tersebut mampu menghemat makanannya demi berjaga-jaga. "Kamu memang semut hebat," Puji Raja "Terima kasih, Baginda"
Raja Mesir tersebut dapat mengambil pelajaran dari seekor semut, bahwa hidup hemat itu lebih baik daripada boros.