Minggu, 30 Juli 2017

Panglima Lidah Hitam


Pada zaman dahulu kala disebuah puncak bukit di Napo, berkuasa seorang raja yang bernama Raja Balinapa. Raja ini sangat aneh, sudah berkuasa tiga puluh tahun lebih tetapi tidak mau melepaskan tahtanya. Jangankan kepada orang lain, kepada anaknya sendiri ia tak mau mewariskan kekuasaan kerajaannya itu. Ia ingin berkuasa terus sepanjang masa, padahal semakin hari usianya semakin bertambah. Dan tidak ada manusia yang abadi. Tiap manusia pada akhirnya pasti akan mati.
Raja Balinapa selalu berusaha keras menjaga kesehatan badannya, baik dengan olahraga secara teratur, latihan perang, maupun berburu. Tidak lupa rajin minum jamu dan obat ramuan tabib terkenal, semua itu dilakukannya agar dapat berumur panjang. Karena tidak mau mewariskan kekuasaanya, maka ia hanya mempunyai anak-anak perempuan. Tiap permaisurinya melahirkan anak laki-laki ia langsung membunuhnya, agar nanti tidak dapat merebut kekuasaan kerajaannya.
Tiap kali Permaisuri hamil ia selalu cemas. Jangan-jangan anaknya laki-laki. Pasti akan dibunuh suaminya. Maka selalu berharap anak yang dikandungnya adalah seorang bayi perempuan. Pada suatu ketika permaisuri sedang hamil besar, kebetulan pula Raja Balinapa akan berburu ke daerah Mosso. Maka istrinya dibawa serta karena Raja takut kalau permaisuri melahirkan anak laki-laki, pasti permaisuri tidak tega membunuhnya.
Sebelum Raja pergi berburu beliau berpesan kepada Panglima Perang Puang Mosso, ”Jika besok atau lusa saya belum kembali sementara permaisuri melahirkan anak laki-laki, maka bunuhlah anak itu.” “Siap Baginda. Segala perintah Baginda pasti hamba kerjakan.” jawab Puang Mosso.
Raja Balinapa memang cerdik. Kekhawatirannya terbukti. Sehari setelah ia setelah berangkat berburu, Permaisuri yang tinggal di Mosso melahirkan bayi laki-laki. Bayi itu memiliki lidah yang berbulu dan berwarna hitam. Oleh karena itu, Puang Mosso binggung ketika memikirkan bayi yang baru lahir itu ternyata seorang bayi laki-laki. “Kalau Raja disini, anak itu pasti disembelih”, katanya dalam hati.
Raja Balinapa tidak saja mempercayakan Puang Mosso untuk mengawasi Permaisuri. Ia juga menugaskan anjing terlatih yang menjadi pengawal raja. Mengetahui Permaisuri melahirkan, anjing pengawal raja yang bertugas menjaga permaisuri segera menjilati sarung bekas bersalin Permaisuri, sehingga meninggalkan darah di moncong si anjing. Selanjutnya anjing tersebut datang menghadap Raja sambil menggonggong terus memperlihatkan darah di moncongnya. Oleh karena itu, Raja Balinapa mengerti bahwa permaisurinya sudah melahirkan.
Sementara itu, Puang Mosso merasa kasihan sekali melihat keadaan bayi laki-laki itu, bayi itu agak lain daripada bayi-bayi kebanyakan. Lidahnya berbulu dan berwarna hitam. Ia tak tega untuk menyembelih bayi itu. Ia mencari akal. Lalu menyembelih seekor kambing dan membuatkan nisan untuk kuburan.
Ketika Raja kembali dari berburu, ia langsung bertanya, ”Apakah Permaisuri sudah melahirkan?” Dijawab oleh Puang Mosso, “Permaisuri melahirkan anak laki-laki dan hamba langsung menyembelihnya sebagaimana pesan Baginda. Marilah hamba antarkan Baginda untuk melihat kuburan anak itu.” Raja bersama Puang Mosso berangkat ke kuburan. Raja pun percaya bahwa anak laki-lakinya sudah disembelih. Benarkah demikian? Kemana sebenarnya anak itu disembunyikan Puang Mosso? Raja Balinapa sama sekali tidak mengetahuinya.
Hari berganti tahun berlalu. Putra raja itu makin besar, dia sudah pandai belajar dan mengenal orang. Karena khawatir rahasianya akan diketahui oleh Raja nantinya, maka Puang Mosso menitipkan putra raja kepada seseorang yang sedang berlayar ke Pulau Salemo yang jauh dari bukit Napo.
Setelah di Salemo, anak itu semakin tumbuh menjadi remaja. Dia senang memanjat. Suatu hari, ketika ia sedang memanjat pohon, tiba-tiba datang seekor burung Rajawali raksasa yang mencengkeram pundaknya, lalu membawanya terbang ke tempat yang jauh. Sampai di Gowa, burung Rajawali menjatuhkan anak itu ditengah sawah. Seorang petani kebetulan melihatnya saat jatuh dari cengkeraman burung Rajawali. Petani itu melapor kepada Raja Gowa, “Di tengah sawah kami melihat seorang anak yang sangat gagah, berbaju merah. Kalau kita tanya anak dari mana, dia tidak menjawab.”
Begitu Raja Gowa mengamati anak itu, segera tertarik dan berkata dalam hati, “Hemm, anak ini bukan sembarangan.” Oleh karena itu dipeliharalah anak tersebut hingga dewasa, diajari segala macam ilmu keperwiraan sehingga menjadi orang yang kuat, gagah dan sakti. Raja Gowa kemudian dan mengangkat orang yang diterbangkan Rajawali ini menjadi panglima perang. Kalau Raja pergi berperang, pasukannya selalu menang berkat kesaktian panglimanya. Keahliannya di medan perang tak tertandingi.
Berita tentang kesaktian panglimanya terkenal dan tersebar ke berbagai penjuru wilayah. Sehingga Raja Gowa memberi gelar panglimanya I Manyambungi. Sementara itu di bukit Napo, Raja Balinapa yang sebetulnya ayahanda I Manyambungi telah mati karena diserang oleh Raja Lego yang sakti. Raja ini sangat berkuasa dan kejam. Ia suka menyembelih orang dan mengganggu rakyat yang berada di negeri sekitarnya. Untuk mengatasi hal ini, para raja bawahan dan sekitarnya mulai prihatin dan mengadakan pertemuan. Karena sudah banyak orang yang dibunuh dan tidak ada yang bisa menekan si Raja Lego yang sakti tapi kejam tersebut.
Salah seorang diantaranya berkata, ”Ada berita baik, di Gowa ada seorang panglima perang yang sangat sakti, barangkali kita dapat minta tolong padanya untuk melawan Raja Lego.” Kemudian diutuslah seseorang ke Gowa untuk menemui panglima I Manyambungi. Akan tetapi I Manyambungi menolak dan berkata, “Saya akan turut ke Balanipa membantu kalian jika Puang Mosso yang datang menjemputku. Janji saya ini tidak boleh didengar oleh Raja Gowa, karena beliau melarangku meninggalkan negeri ini.”
Tiba di Mosso, utusan bernama Puang Napo itu berkata kepada Puang Mosso, “Pergilah ke Gowa karena beliau mau kesini kalau Puang Mosso sendiri yang menjemputnya.” Tiba-tiba Puang Mosso tersentak kaget, heran dan cemas. Mengapa harus dia yang menjemput I Manyambungi. Ada hubungan apa dan kepentingan apa Panglima Perang terkenal Gowa itu dengannya? Agar tak penasaran segera berangkatlah Puang Mosso dengan kapal layar ke Gowa. Tiba di Gowa beliau menghadap I Manyambungi dengan dada berdebar-debar. Berkatalah I Manyambungi, “Saya betul-betul akan berangkat ke Balanipa, karena saya mengingat budi baikmu kepadaku, sewaktu kecil engkaulah yang menyelamatkan dan memeliharaku.”
Dada Puang Mosso berdebar. "Jangan-jangan, dialah anak Raja Balinapa yang diselamatkannya dahulu dan sekarang bernama I Manyambungi," pikirnya antara khawatir dan gembira. Puang Mosso terus mengamati I Manyambungi dan memohon, “Maafkan hamba Tuan, coba julurkanlah lidah Tuan.” Ketika lidahnya dijulurkan dan terlihat lidah itu berwarna hitam dan berbulu, Puang Mosso langsung berteriak keras sembari memeluk I Manyambungi dan berkata, “Benar, engkaulah putra Raja Balinapa.”
Tidak lama kemudian, pada waktu tengah malam berangkatlah mereka meninggalkan negeri Gowa dengan diam-diam karena jika pamit kepada Raja Gowa pasti takkan direstui kepergian I Manyambungi ke kampung halamannya. Setelah sampai, kapal layar mereka merapat di Tangnga-Tangnga. Mereka lalu menurunkan semua peralatan perang dan membawanya ke bukit Napo. Itulah sebabnya I Manyambungi juga dinamakan To Dilaling yang berarti orang yang hijrah karena ia pindah dari Gowa ke Napo yaitu salah satu daerah Mandar. Dilaling (orang yang hijrah) karena beliau pindah dari Gowa ke Napo (salah satu daerah Mandar).

Minggu, 23 Juli 2017

Capung Yang Sombong


"Hooi, teman-teman? Nuni Nuri, Kiki Kutilang, Gaga Gagak, hooi, lihat, coba lihat sayapku.., lihat, indah kan?" kata Caca Capung. Caca Capung, bangga sekali ia dengan sayapnya. Memang indah sih, tapi…"Huuh, coba deh lihat si ulat bulu, teman-teman. Rupanya jelek sekali. Heh, ulat bulu, ngapain kau lihat-lihat kita. Kau pikir rupamu seindah kami," ujar Caca Capung ketus.
Caca Capung menjadi sombong memiliki sayap yang indah. Bukan hanya ulat bulu yang tidak suka padanya. Tapi, teman-temannya, Nuni Nuri, Kiki Kutilang, dan Gaga Gagak juga sebal pada Caca Capung. Ulat bulu hanya bisa menahan kesal saja dalam hati ”Hmmh.., biarlah Caca Capung berkata apa saja yang ia suka. Suatu hari aku akan beri kejutan untuknya.”
Hebat Si Ulat bulu, walaupun diejek, ia tetap tegar. Ia menganggap semua ejekan Caca Capung angin lalu. "Hai Ulaat, ulaat bulu, ulaat jelek, tampakkanlah wujudmu," sahut Caca Capung. Ada apa tuh? Caca Capung mau cari gara-gara lagi ya? Sepertinya ia kehilangan Ulat bulu. Sudah beberapa hari ini, Si Ulat tidak menampakkan diri. Caca Capung kebingungan mencarinya. Walaupun sering diejek, Caca Capung merasa Ulat bulu adalah satu-satunya binatang yang peduli dengannya.
"Ulaat jelek, ulaat jelek, ulat bulu jelek keluar dong, ayolah keluar, tak usah malu dengan rupamu yang buruk," sahut Caca Capung yang terbang kesana kemari mencari Ulat bulu. Duh, maunya apa sih Caca Capung, kerjanya hanya buat onar saja. Eh, eh, tapi, ada apa di sebelah sana? Sepertinya, penduduk hutan sedang berkumpul. Mereka nampak membicarakan sesuatu.
Ada pesta yang sangat meriah. Nampaknya semua penghuni hutan bergembira. Mereka kedatangan penghuni baru, seekor kupu-kupu, iya, iya, seekor kupu-kupu yang sangat cantik. "Uuh, siapa tuh, seekor kupu-kupu, indah sekali sayapnya. Waaah," ujar Caca Capung melihat keindahan sayap kupu-kupu.
"Hai Caca, Caca, Caca Capung. Hihihi" Caca Capung kaget karena mendengar suara yang sepertinya ia kenal. "Hmmm, siapa ya yang tadi memanggilku, siapa ya, sepertinya aku kenal," kata Caca Capung. ”Caca, Caca, ayo, kita ikut berpesta," terdengar suara memanggil. Caca Capung masih penasaran dengan suara itu. Tahu ngga, itu suara siapa?
"Kedengarannya sih seperti suara Si Ulat bulu. Tapi, aku sama sekali tak melihat Si ulat bulu? Eh, bener ngga sih, itu suara Si Ulat," ujar Caca Capung dalam hati. “Hai.. Caca, ini aku, temanmu yang selalu kau ejek, Si Ulat Bulu.” kata Si Kupu-kupu cantik. Benar, suara itu adalah suara Si Ulat Bulu yang selalu diejek Caca Capung.
"Ooh, kok bisa sih?" ujar Caca Capung merasa heran melihat si Ulat Bulu yang selalu ia ejek dulu. "Bisa dong! Setelah ulat bulu tertidur panjang dan terbangun, ia akan berubah bukan lagi menjadi ulat, tetapi menjadi seekor kupu-kupu cantik," ujar si Kupu-kupu.
"Ka, Kau, Si Ulat, Si Ulat yang selalu kuejek?" ujar Caca Capung merasa tidak percaya. Wah, lihat, Caca Capung gelagapan gitu, hihihi.. dia kaget karena teman yang selama ini diejeknya, menjadi cantik dan indah. "Ma, maaf, ya Ulat bulu, aku janji takkan sombong lagi," ujar Caca Capung yang menyadari kesalahan yang telah dilakukannya.

Minggu, 16 Juli 2017

Putri Rasi Bintang Kelinci


 Ketika Usi (cewek 11 tahun, cantik, cerdik, baik) sedang tamasya bersama kedua orang tuanya dan adiknya, Usi terkejut ketika menemukan boneka kelinci putih tergeletak di pinggir danau. Boneka itu terlihat kotor. Usi pun lalu berniat membersihkan bulu-bulu boneka kelinci itu. 
Usi sempat heran karena bintang yang ada di dahi boneka kelinci itu sama persis dengan bintang yang ada di bandul kalungnya. Ketika bintang yang ada di dahi boneka kelinci itu disentuh oleh Usi, boneka kelinci itu tiba-tiba bersinar lalu bisa bergerak (animasi). Boneka kelinci yang lucu itupun bisa berbicara.
Usi heran kenapa kelinci itu bisa hidup. Kelinci itu berterima kasih pada Usi. Kelinci yang mengaku bernama Lupus itu meminta Usi segera membawanya pergi dari sana. Ketika sampai ke tenda, Usi menemukan orang tua dan adiknya sedang dikepung oleh 2 ekor beruang yang meraung-raung dengan ganasnya. Secara spontan Usi berteriak. Dan salah satu beruang itupun mendekati Usi. Usi yang ketakutan, secara tidak sadar menjatuhkan boneka kelinci temuannya. Namun ketika Usi dan keluarganya nyaris dilukai oleh beruang-beruang itu, tiba-tiba muncul banyak sekali bintang-bintang yang berputar-putar mengelilingi beruang-beruang itu. Akibatnya, beruang-beruang itu ketakutan dan pergi dari sana. Usi dan keluarganya pun takjub bukan main. Dan bintang-bintang itu pun lalu seperti masuk ke dahi boneka kelinci. Karena orang tua Usi dan adiknya sudah keburu pingsan, maka mereka tidak melihat itu semua. Usi pun berterima kasih pada Lupus.
Sesampai di rumah, kelinci itu pun bercerita kalau dia sudah mengembara di bumi sejak puluhan tahun yang lalu. Dia sudah ke berbagai negara untuk mencari manusia yang memiliki batu bintang. Ternyata manusia yang dicarinya adalah Usi. Diketahui Usi memiliki kalung pemberian kakeknya. Kalung itu memiliki bandul berupa bintang, yang bentuknya sama dengan bintang yang ada di dahi kelinci itu. Bandul itulah yang dimaksud kelinci itu sebagai batu bintang. Kelinci itu lalu bilang kalo Usi adalah manusia pilihan yang akan menerima kekuatan rasi bintang kelinci (Lepus).
Setelah kelinci itu memancarkan cahaya dari bintang di dahinya ke arah bandul kalung bintang milik Usi, kelinci itu meminta Usi memegang kalung itu sambil mengucapkan “SEBURZA FILU AKRANAMALUS LEPUS TARKIZORA!!!!!” Tapi kerena kata-kata itu tidak bisa diucapkan oleh Usi, maka Usi tidak bisa berubah. Lalu Lupus (kelinci) menyuruh Usi untuk mencoba mengucapkannya dalam bahasa manusia. Kalimat itu artinya, “kekuatan rasi bintang kelinci, bersinarlah..!!!!“ Dan setelah mengucapkan kalimat itu, secara menakjubkan, tubuh Usi langsung diselimuti cahaya yang terang. Cahaya itu berputar-putar sampai menutupi tubuh Usi. Setelah cahaya itu menipis dan menghilang, Usy sekarang sudah berubah penampilannya menjadi sangat cantik. Bajunya sangat indah dengan kombinasi warna yang menyenangkan. Rambutnya jadi terkepang dua yang panjang menjulur sampai hampir ke pinggangnya. Usi juga memegang sebuah tongkat kecil yang indah dengan ujung sebuah bintang berwarna perak.
Sekarang kau menjadi PUTRI RASI BINTANG KELINCI. Namun karena sempat melihat kilatan cahaya yang keluar dari sisi-sisi pintu, kedua orang tua Usi pun mengetuk pintu Usi untuk menanyakan apa yang terjadi. Usi pun lalu berubah lagi seperti sedia kala lalu membuka pintu untuk mengatakan pada orang tuanya kalau semuanya baik-baik saja. Orang tua Usy juga tidak curiga karena Lupus sudah kembali berubah menjadi boneka.
Lupus juga bercerita kalau negerinya, PLANET KELINCI sedang terancam hancur karena sedang diserang oleh pasukan RAJA DRACO dari PLANET NAGA. Lupus adalah satu-satunya kelinci yang berhasil lolos dari sanderaan Raja Draco dan pasukannya. Lupus berhasil lolos dikirim ke bumi. Dan lupus datang ke bumi untuk meminta bantuan manusia yang terpilih yang memiliki batu bintang kelinci, untuk membantu mereka terlepas dari keserakahan Raja Draco. Karena Lupus telah menyelamatkan nyawanya dan keluarganya, maka Usi bersedia membantu Lupus.
Lupus mengatakan kalau Raja Draco dan pasukannya bisa dikalahkan dengan cara menyatukan 4 inti sari bumi. Yaitu tanah, air, udara dan api. Keempat inti sari itu sebenarnya sudah berhasil dikumpulkan oleh Raja Rasi Bintang kelinci. Namun kerena kelicikan Raja Draco, keempat inti yang sudah dikemas ke dalam batu bintang, itu berhasil dicurinya lalu dibuang ke bumi di tempat yang terpisah dengan penjaga yang sangat jahat. Jika mereka berhasil menemukan dan mengumpulkan keempat bintang itu, maka jika disatukan ketika GERHANA MATAHARI, maka akan menjadi bintang yang punya kekuatan besar yang bisa mengalahkan Raja Draco dan anak buahnya.
Dimulailah petualangan Usi dan Lupus. Dengan kekuatan yang dimiliki Lupus, mereka bisa langsung menuju tempat-tempat bintang-bintang itu ditempatkan. Dengan memeluk Lupus, setelah mengucapkan kalimat yang aneh, mereka lalu diselimuti bintang-bintang dan menghilang lalu muncul di tempat-tempat yang dituju. Tempat-tempat ini memang sudah diketahui oleh Lupus. Namun karena Lupus sendirian dan kekuatannya bisa maksimal bila ditransfer ke tubuh manusia, maka Lupus tidak bisa mengambilnya sendiri. Kini, setelah menemukan Usi, maka Lupus punya keyakinan kalau usahanya mengumpulkan bintang-bintang inti kekuatan bumi bisa berhasil.
Pertama, Usi yang berubah menjadi Putri Rasi Kelinci, muncul di sebuah pegunungan yang indah. Usi dan Lupus mencari sumur inti bumi. Karena diketahui bintang inti sari tanah ditanamkan oleh Raja Draco. Untuk mengambil bintang inti sari tanah itu, Usi harus berhadapan dengan cacing raksasa yang menunggunya. Baru saja Usy dan Lupus sampai di dekat sumur itu, cacing raksasa langsung menghadang mereka. cacing itu melilit-lilit dengan mulutnya yang lebar menyerang Usy dan Lupus. Dia juga bisa menghilang menembus bumi dan muncul seketika di manapun dia mau. Usi sempat kelabakan dan kebingungan. Terlebih lagi, ketika tubuh cacing itu berhasil terpotong, potongan itu menjadi cacing baru yang juga ganas. Lupus mengingatkan Usi kalau tongkat bintang yang ada di tangan Usi bisa menciptakan ilusi bentuk apapun. Usi pun lalu ingat kalau ikan lele sangat suka dengan cacing. Akhirnya Usi membentuk ilusi ikan lele dengan menggunakan tongkat bintangnya. Ikan lele ciptaan Usi melahap semua cacing itu. Usi lalu berhasil mengambil bintang inti tanah. Bintang itu bentuknya berupa bintang tapi di dalamnya terdapat tanah yang bersinar.
Usi lalu menuju puncak gunung untuk mengambil inti api. Ternyata di sana dijaga oleh burung api raksasa. Setelah mengalahkan burung api raksasa, Usi pun berhasil mengambil bintang inti api. Setelah mengambil 2 bintang ini, karena hari sudah hampir malam, maka Usy pun pulang. Di kamarnya, Usi mengumpulkan 2 bintang yang sudah berhasil diambil di dalam sebuah kotak.
Keesokannya, Usi lalu pergi ke tengah laut untuk mengambil bintang inti air. Namun Usi harus berhadapan dengan naga penjaga lautan lepas yang ganas. Dan setelah berhasil mengambil bintang inti air di dasar laut, Usi lalu pergi ke negeri awan untuk mengambil inti sari udara. Makhluk awan sangat sulit dihadapi oleh Usi karena ketika makhuk awan itu dipukul, maka seperti memukul angin. Senjata apapun yang dilemparkan ke arah makhluk awan, juga seperti hanya menembus tempat kosong. Akhirnya, Usi berhasil mengusir makhluk awan itu dengan cara menciptakan angin topan. Angin itu berhasil menyeret dan mengusir makhluk awan itu sampai sangat jauh.
Setelah mengumpulkan 4 bintang inti bumi, Usi dan Lupus tinggal menunggu gerhana matahari yang sebentar lagi terjadi. Mereka berdua pergi menuju sebuah tempat yang tinggi. Sambil menunggu, Usy bertanya apa itu gerhana matahari dan bagaimana terjadinya. Lupuspun menjelaskan prinsip ilmu pengetahuan tentang GERHANA MATAHARI. Sehingga diputuskan bahwa cahaya pertama yang muncul ketika matahari mulai tidak dihalangi bulan, adalah cahaya matahari yang punya kekuatan yang besar. Itulah sebabnya cahaya itu bisa menyebabkan kebutaan bagi manusia yang melihatnya dengan mata telanjang. Cahaya inilah yang akan diambil untuk membuat sebuah bintang yang punya kekuatan besar inti matahari, setelah 4 bintang inti bumi disatukan.
Namun sesaat sebelum gerhana matahari itu terjadi, Raja Draco muncul. Dan yang lebih mengejutkan adalah Raja Draco datang dengan menyandera orang tua Usi dan adiknya. Mereka dimasukkan ke dalam sebuah kurungan berbentuk bola kaca. Raja Draco yang berbentuk naga bersayap ini, meminta Usi menyerahkan 4 bintang yang sudah berhasil dikumpulkan itu kepadanya. Jika tidak, maka orang tua dan adik Usi akan dia bawa ke Negeri Planet Naga dan tidak akan pernah bisa kembali ke bumi. Usi dilemma. Ditambah lagi Lupus juga tidak ingin mengorbankan keluarga  Usi demi negerinya.
Namun Usi seperti punya siasat. Dia mencoba mengulur waktu bahkan sampai gerhana matahari itu sudah terjadi. Siang itu menjadi sangat gelap. Sampai suatu saat, Usi menyatukan 4 bintang itu dan membawanya ke arah Raja Draco. Ketika Raja Draco memegangnya, bertepatan dengan gerhana matahari sudah usai. Cahaya pertama ketika matahari muncul, menerpa 4 bintang yang sudah disatukan itu. Akibatnya 4 bintang itu mengeluarkan sinar yang sangat menyilaukan. Semua menutup mata. Dan ketika membuka mata, ternyata Raja Draco dan anak buahnya sudah menguap menjadi asap. Orang tua dan adik Usi pun berhasil diselamatkan.
Lupus pun berniat berpisah dengan pergi membawa 4 bintang yang sudah disatukan dan telah disinari cahaya gerhana matahari. Usi pun mengembalikan kalung bintangnya pada Lupus karena Usi ingin menjadi manusia yang normal seperti biasa tanpa kekuatan dari rasi bintang kelinci. Lupus mengatakan, jika nanti di langit ada rasi bintang kelinci yang bersinar terang di langit, maka itu artinya negeri Planet Kelinci sudah aman dan damai.
Malam berikutnya, Usi dan keluarganya menatap langit menunggu munculnya rasi bintang kelinci. Adiknya Usi bertanya rasi bintang itu apa. Usi menjelaskan bahwa rasi bintang adalah susunan bintang-bintang yang membentuk suatu gambar/bentuk tertentu. Mereka lalu melihat formasi rasi bintang kelinci yang bersinar terang. Usi pun tersenyum bahagia.

Minggu, 09 Juli 2017

Mengapa Ulat Memakan Daun


Dahulu kala di sebuah taman yang kecil, hiduplah sekumpulan ulat dan juga beberapa Bunga Sepatu dan Bunga Mawar. Pada awalnya mereka semua  bersahabat. Sampai suatu hari, sekuntum bunga mawar bernama Okit dengan sombongnya berkata. “Hei para ulat! Jangan terus memakani daun kami!” “Ya benar! Lihat…daun-daun kami jadi rusak, pergi kalian dari taman ini!” sahut bunga mawar lainnya.
Ulat-ulat merasa sangat sedih. Mereka memang memakani daun-daun bunga di taman itu. Tetapi jika mereka tidak makan, tentu mereka akan mati kelaparan. Akhirnya dengan kerendahan hati mereka berniat pergi dari taman itu. Namun sekuntum bunga sepatu mencegahnya. “Hei, kalian jangan pergi,” kata Rena si bunga sepatu kepada ulat, “kalian boleh memakan daun kami para bunga sepatu di taman ini.” “Benar, kami rela membagi daun kami kepada kalian,” ucap bunga sepatu lainnya. Ulat sangat berterimakasih atas kebaikan bunga sepatu dan berkata. “Terimakasih, kalian telah menolong kami.”
Akhirnya di taman itu bunga mawarlah yang paling indah karena daun mereka utuh. Terkadang beberapa bunga mawar mengejek bunga sepatu yang daun-daunnya bolong akibat dimakani ulat.
Suatu ketika, seorang manusia mendatangi taman itu. Dia berkata. “Aku akan mengambil beberapa bunga disini. Oh tidak…bunga-bunga sepatu ini daunnya dimakani ulat. Aku ambil lima bunga mawar ini saja, daunnya masih bagus.” Lalu manusia itu mencabut lima bunga mawar dari taman itu dan pergi. Taman itu berduka, khususnya bunga mawar. Mereka kehilangan lima anggotanya. Sekuntum bunga sepatu tiba-tiba berbisik kepada ulat. “Kami harus berterimakasih kepada kalian. Kalau daun kami tidak dimakani kalian, mungkin kami juga diambil oleh manusia seperti lima bunga mawar itu.”
Di taman itu kini hanya tersisa lima bunga mawar. Mereka berlima takut akan diambil juga oleh manusia. Akhirnya mereka menyadari kesombongannya dan berkata. “Kalian para ulat, kami mohon maafkanlah kesombongan kami. Kalian sekarang boleh memakan daun kami. Kami takut akan dicabut dari tanah seperti kelima saudara kami.” “Tapi mawar, daun itu memang milik kalian, hak kalian untuk memberikannya kepada kami atau tidak,” tukas Hili si ulat jantan. “Tidak ulat, sungguh kami sangat menyesal,” ucap Okit, “sudah seharusnya kami memberikan daun-daun kami untuk kalian makan. Bukankah sesama makhluk hidup kita harus saling tolong-menolong?”
Rena si bunga sepatu menjawab. “Itu benar Kit. Bisa-bisa beberapa waktu kedepan bunga-bunga di sini akan habis dicabuti oleh manusia.” Mendengar perkataan kedua bunga itu ulat-ulat sangat terharu dan seekor ulat menjadi bersemangat untuk berkata. “Terima kasih para bunga, kalian sangat baik kepada kami,” teriak Hili berkaca-kaca, “kelak kami akan membalas jasa kalian!”
Beberapa hari berlalu, setelah ulat memakan daun-daun bunga mawar dan bunga sepatu, mereka bersepuluh berubah menjadi kepompong. Dalam beberapa minggu kepompong itu menetas dan ulat-ulat itu berubah menjadi kupu-kupu yang sangat indah. Para bunga takjub melihat perubahan itu, dan salah satu dari mereka berkata. “Wah…kalian telah berubah wujud! Kalian kini bersayap dan indah sekali!” “Terima kasih, “ kata Hili yang kini telah menjadi kupu-kupu, “Sekarang kami akan memenuhi janji kami. Kami akan membalas jasa kalian.”
Sepuluh kupu-kupu itu menolong bunga menyebarkan benihnya. Mereka menggunakan kemampuan terbangnya untuk menyebarkan benih-benih bunga mawar dan bunga sepatu secara merata di taman itu. Bunga-bunga sangat berterimakasih kepada kupu-kupu. Kini kupu-kupu tidak lagi mendapatkan daun dari bunga, tetapi madu yang sangat manis dan lebih enak daripada daun.
Berkat pertolongan sepuluh kupu-kupu, beberapa minggu kemudian jumlah bunga di taman itu bertambah. Kini di taman itu terdapat ratusan bunga mawar dan bunga sepatu. Kehidupan di taman itu menjadi penuh dengan kebahagiaan.
Namun di tengah kebahagiaan itu, tiba-tiba seorang manusia kembali datang. Seluruh penghuni taman itu pasrah jika ada bunga yang akan dicabut lagi oleh manusia itu. “Kenanglah taman ini meskipun kalian dicabut olehnya!” teriak Okit kepada seluruh bunga. Perkataan Okit itu menguatkan hati para bunga untuk tetap kuat. Ketika mereka sudah siap menerima keadaan, manusia itu justru berkata. “Oh Tuhan, taman ini sekarang indah sekali! Bunga-bunganya jauh lebih banyak dan sekarang ada kupu-kupu yang mengitarinya. Aku akan menjaga bunga-bunga ini agar tetap tertanam dan menyiraminya setiap hari.”
Manusia itu kemudian pergi tanpa mencabut sekuntum bunga pun. Seluruh penghuni taman itu bersorak-sorai gembira karena tidak ada yang berpisah. Seluruh bunga mawar, bunga sepatu, dan kupu-kupu kini hidup bahagia. Sampai saat ini, itulah alasan mengapa kupu-kupu mau membantu menyebarkan benih bunga, yaitu untuk membalas jasa bunga yang telah memberi mereka daun.

Minggu, 02 Juli 2017

Masjid Sumpah Terate Udik


AKISAH di suatu desa berdirilah sebuah mushola kecil, tempat beribadah masyarakat yang berada di sekitarnya. Selain menjadi tempat ibadah, mushola tersebut sering dipakai untuk bermusyawarah, hingga akhirnya mushola itu dijadikan tempat berkumpul masyarakat untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan sehari-hari.
Pada suatu hari, datanglah masyarakat berbondong-bondong ke mushola kecil tersebut. Mereka menemui ustadz Wahid, pengurus mushola itu. Pak Ahmad, salah seorang warga masyarakat, maju ke depan dan bercerita kepada ustadz Wahid bahwa terjadi perselisihan perkara tanah antara Pak Tio dan Pak Sidik di balai desa. Ustadz Wahid diminta oleh masyarakat agar menyelesaikan perkara tersebut. Ustadz Wahid pun pergi ke balai desa. Di balai desa, Ustadz Wahid berbicara dengan kedua belah pihak. Masing-masing pihak mengakui bahwa tanah kosong di belakang mushola tersebut adalah miliknya. Tentu saja hal itu sangatlah tidak mungkin. Lalu ustadz Wahid meminta kepada masing-masing pihak untuk berkata sejujur-jujurnya dan apa adanya. Namun hingga senja tiba, kedua belah pihak tetap mengakui bahwa tanah itu milik mereka masing-masing. Ustadz Wahid heran. Kemudian ustadz Wahid memberi usul, bagaimana kalau tanah itu dibagi dua saja. Tapi masing-masing pihak menolak usulan ustadz Wahid, dan bersikeras terhadap pendiriannya masing-masing. Sampai larut malam mereka masih tetap seprti itu. Usatdz Wahid akhirnya memutuskan bahwa perkara ini akan diselesaikan besok pagi di mushola tempat ia tinggal. Dan masing-masing pihak diminta untuk menyiapkan seorang saksi.
Keesokan harinya, kedua belah pihak itu datang ke mushola. Setelah saksi kedua belah pihak datang, barulah musyawarah itu dimulai. Saksi dari kedua belah pihak diminta maju ke depan untuk disumpah. Satu persatu saksi pun disumpah dengan memakai sehelai selendang di hadapan kitab suci Alqur'an.
"Saya berjanji di mushola ini, di depan Al-qur'an, demi Allah bahwa tanah yang ada di belakang mushola ini adalah milik Pak Sidik. Saya yang melihat dan mendengar dengan kepala dan telinga saya sendiri. Ki Ahmad memberikan wasiatnya kepada Pak Sidik sebelum meninggal!" ucap Rahmat, saksi dari pihak Pak Sidik.
"Benar?" tanya Ustadz Wahid. "Semua itu bohong belaka, Ustadz. Kalian tak boleh berkata seenaknya. Kami dari pihak Pak Tio, sudah mempunyai bukti yaitu surat wasiat KI Ahmad. Surat ini baru kami dapatkan dari orang yang biasa membersihkan kamarnya. Surat ini ditemukan di bawah kasur tempat tidurnya Ki Ahmad!" jelas Randik, saksi dari pihak Pak Tio sambil memperlihatkan surat wasiat tersebut.
Semasa hidupnya Ki Ahmad dikenal sebagai sesepuh desa yang dikenal juga sebagai ulama. Namun sayang, sampai akhir hayatnya Ki Ahmad belum pernah menikah dan tidak mempunyai anak. Sementara itu, kekayaan milik Ki Ahmad tidak ada yang mengurusnya. Hingga akhirnya orang-orang terdekatnya yang dianggap sebagai anak angkat oleh Ki Ahmad sekarang sedang berebut harta kekayaan milik beliau.
Akhirnya, dengan melihat beberapa saksi dan bukti yang meyakinkan, Ustadz Wahid bersama ulama-ulama yang lain memutuskan tanah itu adalah milik Pak Tio. Semua yang mendukung Pak Tio bertepuk tangan gembira. Sementara pihak dari Pak Sidik terlihat muram dan sedih.
Pada malam harinya terdengar berita bahwa Randik, saksi dari pihak Pak Tio tiba-tiba jatuh sakit. Menurut tabib yang memeriksanya, ia terkena penyakit keras yang sudah sangat parah. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia. Pak Tio ketakutan. la merasa bersalah telah menyuruhya untuk bersumpah palsu di hadapan seluruh warga desa. Akhirnya, Pak Tio mengaku bahwa dirinya telah berdusta dan membuat surat wasiat palsu. Pada malam harinya, rumah Pak Tio habis dilalap api. Istri dan anak-anak Pak Tio dapat diselamatkan. Namun Pak Tio tidak bisa diselamatkan lagi. Itulah takdir yang harus Pak Tio terima, karena ia telah membohongi seluruh warga desa. Dari kejadian itu warga desa pun menerima hikmahnya. Kemudian diputuskan bahwa sisa-sisa kekayaan Ki Ahmad akan diwaqafkan dan dipakai untuk membangun mushola dan desa.
Semenjak peristiwa yang menimpa Pak Tio, tak pernah lagi terdengar perselisihan perkara tanah. Namun beberapa waktu kemudian masalah-masalah kembali bermunculan. Pada suatu malam, terdengar ada seseorang berteriak meminta pertolongan. Ustadz Wahid mendengarnya. Ustadz Wahid pun pergi untuk mencari dari mana asal suara tersebut. Setelah sampai di tempat asal suara tersebut, ustadz Wahid melihat sudah banyak warga desa berdatangan.
"Ada apa ini?" tanya ustadz Wahid heran. "Begini, Pak Ustadz, rumah Fatimah kecurian. Semua barang-barang berharganya dibawa kabur oleh pencuri!" jawab orang yang menyaksikan peristiwa tersebut. Kemudian ustadz Wahid masuk ke dalam rumah Fatimah. Ustadz Wahid menemukan Fatimah sedang menangis. Lalu ustadz Wahid berusaha menenangkannya. Setelah Fatimah tenang, ustadz Wahid pamit pulang dan ustadz Wahid berjanji akan mencari pencurinya.
Pada keesokan paginya, ada seseorang yang datang ke mushola untuk menemui ustadz Wahid. Orang itu bermaksud untuk berkenalan dengan ustadz Wahid. Orang itu adalah seorang warga yang baru pindah dari kampung sebelah yang bernama Fikar. Orang itu meminta ustadz Wahid datang bersama beberapa warga desa lainnya untuk menghadin syukuran. Ustadz Waliid menerimanya dan ia berjanji akan mengajak teman-teman warga desa lainnya. Sesampainya di rumah Pak Fikar, ustadz Wahid dan warga desa yang lainnya disuguhi berbagai macam makanan yang enak dan lezat. Semuanya merasa senang termasuk ustadz Wahid, terkecuali Pak Umar, suami dari Fatimah yang baru kemarin malam kecurian. Pak Umar merasakan ada sesuatu yang aneh mengganjal di hatinya. Benar saja, ia melihat emas milik istrinya dipakai istrinya Pak Fikar dan ia Juga melihat kalau Pak Fikar memakai cincin batunya yang hilang kemarin malam. Tentu saja Pak Umar merasa curiga, jangan-jangan pencurinya adalah Pak Fikar bersama komplotannya.
Setelah acara usai, terlihat Pak Umar sedang terdiam di teras depan rumah Pak Fikar. Lalu ustadz Wahid menghampinnya. "Ada apa, Pak Umar? Saya melihat anda dari tadi diam saja," tanya ustadz Wahid. "Pak ustadz, saya merasa ada yang aneh di sini. Saya melihat emas milik istri saya dipakai oleh istrinya Pak Fikar. Saya juga melihat cincin batu peninggalan bapak saya dipakai oleh Pak Fikar" jelas Pak Umar.
"Mungkin kebetulan saja macam dan bentuknya satna!" ustadz Wahid mengelak. "Tidak, ustadz. Saya yakin bahwa Pak Fikar adalah seorang pemimpin komplotan pencuri yang merampok rumah saya kemarin malam. Tidak mungkin ada emas yang sama seperti milik istri saya, karena saya khusus memesan satu untuk istri saya. Dan cincin batu itu bapak saya yang membuatnya. Jadi, tidak mungkin ada yang menyamainya. Apalagi dari kampung sebelah."
"Awalnya saya juga merasakan ada sesuatu, tapi perasaan itu hilang saat saya mengetahui kalau Pak Fikar adalah anak dari kakaknya Ki Ahmad. Tapi perasaan itu sekarang muncul kembali setelah saya dengar pengakuan dari Pak Umar!" ucap ustadz Wahid setengah terkejut. Setelah ustadz Wahid pulang, Pak Umar dan beberapa kawannya mencoba menemui Pak Fikar.
Pak Umar mengetuk pintu. Istri Pak Fikar yang membukanya dan memberitahu kalau Pak Fikar sudah tidur. Kemudian, kawan-kawan Pak Umar mencobanya. Dan ternyata, mereka berhasil menemui Pak Fikar. Mereka mencoba mencari tahu tentang cincin dan emas yang ada di tangan Pak Fikar dan istnnya. Sementara itu Pak Umar mengintip dan balik dinding tembikar.
`'0h, ya, Pak Fikar. Cincin yang anda pakai bagus sekali. Dapat dan mana cincin itu?" "Cincin ini saya dapat kemann dari kakak saya. Saya baru saja mendapatkan warisan yang cukup besar dari kakak saya. Selain itu saya juga mendapat emas dari kakak saya!" jawab Pak Fikar. Namun, kawan-kawan Pak Umar tetap tidak percaya karena emas dan cincin batu yang dipakai Pak Fikar dan istrinya sudah sering mereka lihat dipakai Pak Umar dan Bu Fatimah. Seusai mereka berbasa-basi, akhirnya kawan-kawan Pak Umar pulang ke rumahnya masing-masing.
Pada pagi harinya, Pak Umar dan kawan-kawan menemui ustadz Wahid di mushola. Mereka bermaksud untuk melaporkan yang telah terjadi semalam. Menurut Pak Umar dan kawan-kawan, jawaban Pak Fikar kurang masuk akal dan jelas terbukti bahwa Pak Fikarlah yang telah mencuri barang-barang berharga milik Pak Umar dan Bu Fatimah. Di saat Pak Umar dan Bu Fatimah kehilangan, Pak Fikar dan istrinya mendapatkan barang-barang tersebut. Pak Umar dan kawan-kawannya sangat geram, dari ingin segera mengusir Pak Fikar dan istrinya dari desa ini. Pak Umar dan kawan-kawannya membuat sebuah rencana. Mereka akan melabrak rumah Pak Fikar, dan mencari barang-barang yang bisa dijadikan sebagai bukti, Tapi rencana mereka gagal karena telah diketahui ustadz Wahid, dan ustadz wahid menghalau mereka di tengah jalan. Ustadz Wahid memutuskan untuk bicara baik-baik dengan Pak Fikar. Ustadz Waiiid akan mengajak Pak Fikar bersumpah di mushola esok harinya.
Matahari telah kembali di ufuk Timur, sinar kembali terang. Pagi-pagi sekali Pak Umar dan istrinya datang beserta kawan-kawannya. Tak lama kemudian Pak Fikar dan istrinya tiba di mushola. Setelah ustadz Wahid mempersiapkan segala sesuatunya akhirnya Pak Fikar disumpah. Pak Fikar harus berkata sejujur mungkin dengan apa adanya. "Saya berjanji, demi Allah bahwa saya tidak pernah mencuri barang-barang dari rumah Pak Umar!" janji Pak Fikar. Seusai Pak Fikar disumpah, mereka pulang ke rumahnya masing-masing.
Seminggu kemudian tersiar kabar bahwa Pak Fikar menderita penyakit yang sangat aneh. Tubuhnya berbau seperti ikan, di kulitnya tumbuh bisul-bisul yang sangat menjijikan. Semua anggota tubuhnya lumpuh. Sehingga istrinya tak tahan merawat suaminya lagi, dan istrinya pergi meninggalkannya. Beberapa hari kemudian Pak Fikar meninggal dunia dan dimakamkan di sebelah makam kakaknya.
Berita meninggalnya Pak Fikar membuat seluruh warga menjadi geger. Sehingga seluruh warga desa menganggap mushola itu adalah tempat bersumpah keramat. Dan kabar itu terdengar oleh warga desa seberang, sehingga banyak orang-orang yang sengaja ingin mengunjungi mushola tersebut. Pada suatu saat datang warga desa berbondong-bondong ke mushola tersebut. Mereka meminta bantuan kepada ustadz Wahid untuk menyumpah seseorang yang dituduh sebagai penjarah di pasar. Ustadz Wahid menyanggupinya. Tidak lama kemudian penyumpahan pun dimulai.
"Saya bersumpah demi Yang Maha Pencipta, bahwa saya tidak pernah menjarah di pasar atau pun di tempat lainnya.!" janji orang tersebut. Beberapa minggu kemudian, tidak pernah terjadi apa-apa terhadap orang tersebut. Dan ia dinyatakan tidak bersalah. Semenjak saat itu warga desa menganggap bahwa mushola itu adalah tempat yang harus dijaga dan dilestarikan. Dan akhirnya mushola itu diperbesar dan dijadikan masjid tempat untuk beribadah.
Dari peristiwa tersebut kita bisa mengambil banyak hikmah, bahwa kebaikan itu akan selalu terbukti dan kejahatan pasti akan diketahui walau sekecil apapun. Selain itu kita harus pintar menjaga mulut, agar mulut kita tidak dipergunakan untuk bersumpah sembarangan.
Masjid Terate Udik, itulah nama masjid yang biasa dipakai oleh orang-orang sebagai tempat bersumpah. Akan tetapi, hanya orang-orang yang benar-benar dan bersungguh-sungguhlah yang mau bersumpah di masjid ini. Sampai sekarang masjid ini masih ada dan dijaga serta dilestarikan karena masih dipercayai sebagai masjid sumpah. Namun sayangnya, Masjid Terate Udik yang berada di kampung Terate Udik, desa Masigit, kecamatan Cilegon, kota Cilegon konon ceritanya tidak bisa diabadikan oleh kamera atau pun sejenisnya. Karena hasilnya tidak akan pernah jadi. Begitulah Masjid Terate Udik, masjid yang banyak menyimpan masalah-masalah yang tak terpecahkan.