Hari yang cerah.
Raja Mahendra pergi ke hutan untuk menguji kemampuannya berburu. Ia melarang
para pengawal mengikutinya masuk ke hutan. Di tengah hutan, tampak seekor
kijang asyik makan rumput. Raja Mahendra langsung membidik anak panahnya.
Ah, kijang itu
berhasil melarikan diri. Raja Mahendra mengejarnya. Namun ia terperosok masuk
ke lubang yang cukup dalam. Ia berteriak sekeras-kerasnya memanggil para
pengawal. Namun suaranya lenyap ditelan lebatnya hutan. Selagi Raja Mahendra
merenungi nasibnya, ia terkejut melihat seseorang berdiri di tepi lubang.
“Hei! Siapa
kau?” tanya Raja. Orang itu tak menjawab. “Aku Raja Mahendra! Tolong naikkan
aku!” pintanya dengan nada keras. “Tidak!” jawab orang itu. Raja menjadi geram.
Ia ingin memanah orang itu. Namun sebelum anak panah melesat, orang itu lenyap.
Tak lama kemudian, jatuhlah seutas tali. Raja mengira itu pengawalnya. Namun,
ternyata orang tadi yang melempar tali.
“Jadi kau mau
menolongku?” “Tidak!” jawabnya lagi. Raja menjadi bingung. Katanya tidak,
mengapa memberi tali? Apa boleh buat, yang penting orang itu mau menolongnya.
Raja Mahendra berhasil naik. Ia mengucapkan rasa terima kasih. “Maukah kau
kubawa ke kerajaan?” tawar Raja. “Tidak!” jawab si penolong. “Kalau tidak mau,
terimalah beberapa keping emas.” “Tidak!” jawabnya lagi, tetapi tangannya siap
menerima.
Akhirnya Raja
Mahendra sadar, bahwa orang itu hanya bisa bicara satu kata. Yaitu tidak. Walau
berkata tidak, orang itu dibawa juga ke kerajaan. Sampai di kerajaan Raja
Mahendra memanggil Patih. “Paman Patih, tolong berikan pekerjaan pada manusia
satu kata ini. Ia hanya bisa berkata, tidak.” “Mengapa paduka membawa orang
yang amat bodoh ini?” “Walau bodoh, ia telah menolongku ketika terperosok
lubang.” Patih berpikir keras. Pekerjaan apa yang sesuai dengan orang ini.
Setelah merenung
beberapa saat, Patih tersenyum dan berkata, “Paduka kan bermaksud mengadakan
sayembara untuk mencari calon suami bagi sang putri. Tetapi sampai kini Paduka
belum menemukan jenis sayembaranya.” “Benar Paman Patih, aku ingin mempunyai
menantu yang sakti dan pandai. Tetapi apa hubungannya hal ini dengan
sayembara?” “Peserta yang telah lolos ujian kesaktian, harus mengikuti babak
kedua. Yaitu harus bisa memasuki keputren dengan cara membujuk penjaganya.” “Lalu,
siapa yang akan dijadikan penjaga keputren?” “Manusia satu kata itu, Paduka.” “Lho,
ia amat bodoh. Nanti acara kita berantakan!” “Percayalah pada hamba, Paduka.”
Pada hari yang
ditentukan, peserta sayembara berkumpul di alun-alun. Mereka adalah raja muda
dan pangeran dari kerajaan tetangga. Di babak pertama, kesaktian para peserta
diuji. Dan, hanya tiga peserta yang berhasil. Ketiganya lalu dibawa ke depan
pintu gerbang keputren. Patih memberi penjelasan pada mereka. Nampaknya mudah.
Mereka hanya disuruh membujuk penjaga keputren sehingga dapat masuk keputren.
Peserta hanya
boleh mengucapkan tiga pertanyaan. “Penjaga yang baik. Bolehkah aku masuk
keputren?” tanya peserta pertama. “Tidak!” jawab si manusia satu kata. “Maukah
kuberi emas sebanyak kau mau, asal aku diperbolehkan masuk?” “Tidak!” Pertanyaan
tinggal satu. “Kau akan kujadikan Senopati di kerajaanku, asal aku boleh
masuk.” “Tidak!” ujar si manusia satu kata.
Peserta pertama
gugur. Ia mundur dengan lemah lunglai. Peserta kedua maju. Ia telah menyusun
pertanyaan yang dianggapnya akan berhasil, “Penjaga, kalau aku boleh masuk
keputren, kau akan kunikahkan dengan adikku yang cantik. Setuju?” pertayaan
pertama peserta kedua. “Tidak!” “Separoh kerajaan kuberikan padamu, setuju?” “Tidak!”
“Katakan apa yang kau inginkan, asal aku boleh masuk.” “Tidak!” Peserta kedua
pun mundur dengan kecewa. Mendengar percakapan dua peserta yang tak mampu masuk
keputren, Raja Mahendra tersenyum puas. Pandai benar patihku, katanya dalam
hati.
Peserta terakhir
maju. Semua penonton termasuk Raja Mahendra memperhatikan dengan seksama. Raja
muda itu tampak percaya diri. Langkahnya tegap penuh keyakinan. “Wahai penjaga
keputren, jawablah pertanyaanku baik-baik. Tidak dilarangkah aku masuk
keputren?” tanyanya dengan suara mantap. Raja Mahendra, Patih, dan penonton
terkejut dengan pertanyaan itu. Dengan mantap pula penjaga menjawab. “Tidak!”
Seketika itu sorak-sorai penonton bergemuruh, mengiringi kebehasilan peserta
terakhir. Si raja muda yang gagah lagi tampan. Raja Mahendra sangat senang
dengan keberhasilan itu. Calon menantunya sakti dan pandai.
Sayembara usai.
Manusia satu kata berjasa lagi pada Raja Mahendra. Ia dapat menyeleksi calon
menantu yang pandai. Walau bodoh, Raja Mahendra tetap mempekerjakannya sebagai
penjaga keputren.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar