Di sebuah desa
terpencil, tinggallah seorang gadis dan ibunya. Gadis itu cantik, tapi
sayangnya ia sangat malas. Ia sama sekali tak mau membantu ibunya mencari
nafkah. Setiap hari gadis itu hanya berdandan dan mengagumi kecantikannya di
cermin. Selain malas, gadis itu pun juga manja. Apa pun yang dimintanya, harus
selalu dikabulkan. Tentu saja keadaan ini membuat ibunya sangat sedih.
Suatu hari,
ibunya meminta anak gadisnya menemaninya ke pasar. “Boleh saja, tapi aku tak
mau berjalan bersama-sama dengan Ibu. Ibu harus berjalan di belakangku,”
katanya. Walaupun sedih, ibunya mengiyakan. Maka berjalanlah mereka berdua
menuruni bukit beriringan. Sang gadis berjalan di depan, sang ibu berjalan di
belakang sambil membawa keranjang.
Walaupun mereka
ibu dan anak, mereka kelihatan berbeda. Seolah-olah mereka bukan berasal dari
keluarga yang sama. Bagaimana tidak? Anaknya yang cantik berpakaian sangat
bagus. Sedang ibunya kelihatan tua dan berpakaian sangat sederhana.
Di perjalanan,
ada orang menyapa mereka. “Hai gadis cantik, apakah orang yang di belakangmu
ibumu?” tanya orang itu. “Tentu saja bukan. Dia adalah pembantuku,” kata gadis
itu. Betapa sedihnya ibunya mendengarnya. Tapi dia hanya diam. Hatinya
menangis. Begitulah terus menerus. Setiap ada orang yang menyapa dan menanyakan
siapa wanita tua yang bersamanya, si gadis selalu menjawab itu pembantunya.
Lama-lama sang
ibu sakit hatinya. Ia pun berdoa . “Ya, Tuhan, hukumlah anak yang tak tahu
berterima kasih ini,” katanya. Doa ibu itu pun didengarnya. Pelan-pelan, kaki
gadis itu berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi dari kaki ke atas. “Ibu,
ibu! Ampuni saya. Ampuni saya!” serunya panik. Gadis itu terus menangis dan
menangis. Namun semuanya terlambat. Seluruh tubuhnya akhirnya menjadi batu.
Walaupun begitu, orang masih bisa melihatnya menitikkan air mata. Karenanya
batu itu diberi nama “Batu Menangis”.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar