Minggu, 26 Maret 2017

Untaian Bintang Sakti


Prabu Angga Larang yang menjadi penguasa kerajaan Padjajaran merasa resah dengan penyebaran Islam yang begitu pesat diwilayahnya. Maklum saja, saat itu Padjajaran adalah kerajaan yang menganut ajaran Hindu. Semenjak pusat penyebaran Islam hadir di Tanjung Pura Karawang, banyak warga yang memeluk Islam.
Suatu hari, Prabu Angga Larang Memanggil Putera Mahkotanya yang bernama Raden Pamanah Rasa. "Ananda putraku, aku dengar bahwa di wilayah Tanjung Pura berdiri sebuah pusat penyebaran agama baru. Jika kita biarkan, bisa membahayakan kerajaan kita. Aku perintahkan kamu untuk segera menutup tempat tersebut," kata Prabu Angga Larang. "Baik Paduka Raja. Hamba akan segera melaksanakan titah Paduka," jawab Raden Pamanah Rasa.
Esok harinya, sekelompok pasukan berkuda yang dipimpin oleh Raden Pamanah Rasa keluar dari istana Padjajaran. Derap langkah mereka berpacu menuju Tanjung Pura, yang terletak diwilayah bagian utara. Sementara, semangat di dalam dada Raden Pamanah Rasa begitu bergelora. Ia sangat ingin segera menumpas orang-orang yang dianggap menyebarkan ajaran sesat. Ajaran yang mengganggu ketentraman wilayahnya.
Setelah beberapa hari, pasukan raden Pamanah Rasa tiba di tempat tujuan, Tanjung Pura Karawang. Sebuah tempat yang terletak di pinggir sungai yang besar dan dekat dengan laut Jawa. "Sekarang kita istirahat dulu sambil mengamati situasi. Kita akan menyerang setelah malam..." begitu Raden Pamanah Rasa punya rencana. "Siap Raden! Laksanakan..!" jawab para tentaranya.
Hari beranjak sore. Malam yang gelap mulai turun. Raden Pamanah Rasa masih bersembunyi di semak. Pengawasannya tak lepas dari sebuah pendopo yang dicurigai sebagai pusat penyebaran. Ia mengamati siutuasi. Tampak beberapa orang berjalan menuju sebuah pendopo. Mereka kemudian duduk dan berkumpul.
Sesaat kemudian terdengar suara melantun merdu. Iramanya mendayu, rasanya begitu menyentuh hati. Raden Pamanah Rasa yang mendengar juga terpesona. Belum pernah ia mendengar lantunan seperti ini sebelumnya, "Nyanyian apa ini?" begitu bisik dihatinya. Lantunan merdu terus mendayu menembus malam. orang-orang yang mendengar tertunduk. Raden Pamanah Rasa penasaran. Perlahan kakinya melangkah mencari arah datangnya suara tersebut. Perlahan kakinya mengantarkannnya kepada pendopo yang dipenuhi orang-orang. Ia lupa akan tugas utamanya. Ia justru semakin penasaran. Dan ternyata, ketika tahu pemilik suara tersebut, ia semakin terpesona. Ternyata lantunan merdu itu keluar dari perempuan yang sangat cantik jelita.
Raden Pamanah Rasa lupa akan tugas utamanya yang diembankan oleh Prabu siliwangi. Justru kini, ia telah jatuh hati kepada Nyi Subang Larang, pemilik suara merdu berwajah rupawan. Ia adalah seorang gadis jelita, putri dari kerajaan di wilayah Cirebon. Setiap hari ia melantunkan ayat-ayat Al Qur'an suci yang menyentuh hati. Karena itu, gurunya Syaikh Hasanudin dijuluki Syaikh Quro, yang berarti pembaca Al Qur'an. Karena lantunan suara merdu tersebut, masyarakat yang tinggal di sekitar Tanjung Pura masuk islam. Alasannya sangat sederhana, ketika ayat Al Qur'an dibaca, mereka merasa tenang. Hati yang mendengar merasa tenteram.
"Awalnya, kami kesini ditugasi Prabu Siliwangi untuk menutup pusat ajaran baru. Tapi setelah mendengar lantunan suara, justru kami langsung jatuh hati dan ingin mempersunting Nyai," ucap Raden Pamanah Rasa. "Tentu saja, aku senang dilamar oleh Putera Makhota. Tapi sebelum aku terima, ada syarat yang harus dipenuhi," jawab Nyi Subang Larang.
"Syarat apa, Nyai? Coba sebutkan. Emas permata, atau kidang kancana?" Raden Pamanah Rasa penasaran. "Bukan itu permintaanku Raden. Aku hanya meminta, Raden melamar cukup dengan untaian bintang saketi," "Bintang saketi ? Apa itu?" "Bintang saketi adalah untaian batu permata yang hanya terdapat di kota Mekkah," jelas Nyi Subang Larang. "Aku pasti menyanggupinya. Tapi beri aku waktu..."
Sejak saat itu Raden Pamanah Rasa menetap di Tanjung Pura Karawang. Dibawah Syaikh Quro. Ia belajar mendalami berbagai ajaran islam. Setelah beberapa saat, ia belajar ke Cirebon dan kemudian pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah Haji. Di Mekkah itulah ia menemukan untaian batu mutiara yag dianggap Bintang Saketi, permintaan Nyi Subang Larang, dambaan hatinya. Sepulang dari Mekkah, ia kemudian menikahi Nyi Subang Larang. Kabar tersebut tersiar kepada telinga Prabu Siliwangi, ayahnya sekaligus raja Padjajaran ketika itu. Tentu saja, Prabu Siliwangi tidak terima dan mengirim pasukan untuk menumpas pusat penyebaran islam. Namun, Raden Pamanah Rasa yang telah masuk islam dan menjadi suami Nyi Subang Larang, berhasil melawannya. Pasukan Padjajaran kembali pulang ke kota Galuh.
Selang beberapa saat kemudian, Raja Padjajaran meninggal. Raden Pamanah Rasa kembali mendatangi kerajaannya di daerah Galuh. Ia kemudian diangkat menjadi Prabu Siliwangi II dengan permaisuri Nyi Subang Larang. Di masa pemerintahannya, ajaran islam berkembang pesat. Sementara itu Tanjung Pura Karawang dipercaya sebagai pesantren pertama di Jawa Barat. Kini, sebagai bukti peninggalannya, makam Syaikh Quro dapat ditemui di Kecamatan Wadas Lemah Abang Karawang, Jawa Barat. Ditempat ini setiap jumat malam dipenuhi oleh peziarah dari berbagai daerah.

Minggu, 19 Maret 2017

Kisah 100 Hari


Peter dan Tina sedang duduk bersama di taman kampus tanpa melakukan apapun, hanya memandang langit sementara sahabat-sahabat mereka sedang asik bercanda ria dengan kekasih mereka masing-masing.
Tina       : "Duh bosen banget. Aku harap aku juga punya pacar yang bisa berbagi waktu denganku."
Peter      : "Kayaknya cuma tinggal kita berdua deh yang jomblo. cuma kita berdua saja yang tidak punya pasangan sekarang." (keduanya mengeluh dan berdiam beberapa saat)
Tina       : "Kayaknya aku ada ide bagus deh. kita adakan permainan yuk?"
Peter      : "Eh? permainan apaan?"
Tina       : "Eng... gampang sih permainannya. Kamu jadi pacarku dan aku jadi pacarmu tapi hanya untuk 100 hari saja. gimana menurutmu?"
Peter      : "Baiklah.... lagian aku juga gada rencana apa-apa untuk beberapa bulan ke depan."
Tina       : "Kok kayaknya kamu gak terlalu niat ya... semangat dong! hari ini akan jadi hari pertama kita kencan. Mau jalan-jalan kemana nih?"
Peter      : "Gimana kalo kita nonton saja? Kalo gak salah film The Troy lagi maen deh. katanya film itu bagus"
Tina       : "OK dech.... Yuk kita pergi sekarang. tar pulang nonton kita ke karaoke ya... ajak aja adik kamu sama pacarnya biar seru."
Peter      : "Boleh juga..." (mereka pun pergi nonton, berkaraoke dan Peter mengantarkan Tina pulang malam harinya)

Hari ke 2:
Peter dan Tina menghabiskan waktu untuk ngobrol dan bercanda di kafe, suasana kafe yang remang-remang dan alunan musik yang syahdu membawa hati mereka pada situasi yang romantis. Sebelum pulang Peter membeli sebuah kalung perak berliontin bintang untuk Tina.

Hari ke 3:
Mereka pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencari kado untuk seorang sahabat Peter. Setelah lelah berkeliling pusat perbelanjaan, mereka memutuskan membeli sebuah miniatur mobil mini. Setelah itu mereka beristirahat duduk di foodcourt, makan satu potong kue dan satu gelas jus berdua dan mulai berpegangan tangan untuk pertama kalinya.

Hari ke 7:
Bermain bowling dengan teman-teman Peter. Tangan tina terasa sakit karena tidak pernah bermain bowling sebelumnya. Peter memijit-mijit tangan Tina dengan lembut.

Hari ke 25:
Peter mengajak Tina makan malam di Ancol Bay . Bulan sudah menampakan diri, langit yang cerah menghamparkan ribuan bintang dalam pelukannya. Mereka duduk menunggu makanan, sambil menikmati suara desir angin berpadu dengan suara gelombang bergulung di pantai. Sekali lagi Tina memandang langit, dan melihat bintang jatuh. Dia mengucapkan suatu permintaan dalam hatinya.

Hari ke 41:
Peter berulang tahun. Tina membuatkan kue ulang tahun untuk Peter. Bukan kue buatannya yang pertama, tapi kasih sayang yang mulai timbul dalam hatinya membuat kue buatannya itu menjadi yang terbaik. Peter terharu menerima kue itu, dan dia mengucapkan suatu harapan saat meniup lilin ulang tahunnya.

Hari ke 67:
Menghabiskan waktu di Dufan. Naik halilintar, makan es krim bersama,dan mengunjungi stand permainan. Peter menghadiahkan sebuah boneka teddy bear untuk Tina, dan Tina membelikan sebuah pulpen untuk Peter.

Hari ke 72:
Pergi Ke PRJ. Melihat meriahnya pameran lampion dari negeri China.. Tina penasaran untuk mengunjungi salah satu tenda peramal. Sang peramal hanya mengatakan "Hargai waktumu bersamanya mulai sekarang", kemudian peramal itu meneteskan air mata.

Hari ke 84:
Peter mengusulkan agar mereka refreshing ke pantai. Pantai Anyer sangat sepi karena bukan waktunya liburan bagi orang lain. Mereka melepaskan sandal dan berjalan sepanjang pantai sambil berpegangan tangan, merasakan lembutnya pasir dan dinginnya air laut menghempas kaki mereka. Matahari terbenam, dan mereka berpelukan seakan tidak ingin berpisah lagi.

Hari ke 99:
Peter memutuskan agar mereka menjalani hari ini dengan santai dan sederhana. Mereka berkeliling kota dan akhirnya duduk di sebuah taman kota.
15:20 pm
Tina     : "Aku haus.. Istirahat dulu yuk sebentar."
Peter    : "Tunggu disini, aku beli minuman dulu. Aku mau teh botol saja. Kamu mau minum apa?"
Tina     : "Aku saja yang beli. kamu kan capek sudah menyetir keliling kota hari ini. Sebentar ya"
Peter mengangguk. kakinya memang pegal sekali karena dimana-mana Jakarta selalu macet.
15:30 pm
Peter sudah menunggu selama 10 menit and Tina belum kembali juga. Tiba-tiba seseorang yang tak dikenal berlari menghampirinya dengan wajah panik.
Peter    : "Ada apa pak?"
Orang asing     : "Ada seorang perempuan ditabrak mobil. Kayaknya perempuan itu adalah temanmu"
Peter segera berlari bersama dengan orang asing itu. Disana, di atas aspal yang panas terjemur terik matahari siang, tergeletak tubuh Tina bersimbah darah, masih memegang botol minumannya. Peter segera melarikan mobilnya membawa Tina ke rumah sakit terdekat. Peter duduk diluar ruang gawat darurat selama 8 jam 10 menit. Seorang dokter keluar dengan wajah penuh penyesalan.
23:53 pm
Dokter: "Maaf, tapi kami sudah mencoba melakukan yang terbaik. Dia masih bernafas sekarang tapi Yang kuasa akan segera menjemput. Kami menemukan surat ini dalam kantung bajunya."
Dokter memberikan surat yang terkena percikan darah kepada Peter dan dia segera masuk ke dalam kamar rawat untuk melihat Tina. Wajahnya pucat tetapi terlihat damai. Peter duduk disamping pembaringan tina dan menggenggam tangan Tina dengan erat. Untuk pertama kali dalam hidupnya Peter merasakan torehan luka yang sangat dalam di hatinya. Butiran air mata mengalir dari kedua belah matanya. Kemudian dia mulai membaca surat yang telah ditulis Tina untuknya.

Dear Peter...
ke 100 hari kita sudah hampir berakhir. Aku menikmati hari-hari yang kulalui bersamamu. Walaupun kadang-kadang kamu jutek dan tidak bisa ditebak, tapi semua hal ini telah membawa kebahagiaan dalam hidupku. Aku sudah menyadari bahwa kau adalah pria yang berharga dalam hidupku. Aku menyesal tidak pernah berusaha untuk mengenalmu lebih dalam lagi sebelumnya. Sekarang aku tidak meminta apa-apa, hanya berharap kita bisa memperpanjang hari-hari kebersamaan kita. Sama seperti yang kuucapkan pada bintang jatuh malam itu di pantai, Aku ingin kau menjadi cinta sejati dalam hidupku. Aku ingin menjadi kekasihmu selamanya dan berharap kau juga bisa berada disisiku seumur hidupku. Peter, aku sangat sayang padamu.

23:58
Peter    : "Tina, apakah kau tahu harapan apa yang kuucapkan dalam hati saat meniup lilin ulang tahunku? Aku pun berdoa agar Tuhan mengijinkan kita bersama-sama selamanya.. Tina, kau tidak bisa meninggalkanku! hari yang kita lalui baru berjumlah 99 hari! Kamu harus bangun dan kita akan melewati puluhan ribu hari bersama-sama! Aku juga sayang padamu, Tina. Jangan tinggalkan aku, jangan biarkan aku kesepian! Tina, Aku sayang kamu...!"

Jam dinding berdentang 12 kali.... jantung Tina berhenti berdetak. Hari itu adalah hari ke 100... Katakan perasaanmu pada orang yang kau sayangi sebelum terlambat. Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok. Kau tidak akan pernah tahu siapa yang akan meninggalkanmu dan tidak akan pernah kembali lagi.

Minggu, 12 Maret 2017

Batu Menangis


Di sebuah desa terpencil, tinggallah seorang gadis dan ibunya. Gadis itu cantik, tapi sayangnya ia sangat malas. Ia sama sekali tak mau membantu ibunya mencari nafkah. Setiap hari gadis itu hanya berdandan dan mengagumi kecantikannya di cermin. Selain malas, gadis itu pun juga manja. Apa pun yang dimintanya, harus selalu dikabulkan. Tentu saja keadaan ini membuat ibunya sangat sedih.
Suatu hari, ibunya meminta anak gadisnya menemaninya ke pasar. “Boleh saja, tapi aku tak mau berjalan bersama-sama dengan Ibu. Ibu harus berjalan di belakangku,” katanya. Walaupun sedih, ibunya mengiyakan. Maka berjalanlah mereka berdua menuruni bukit beriringan. Sang gadis berjalan di depan, sang ibu berjalan di belakang sambil membawa keranjang.
Walaupun mereka ibu dan anak, mereka kelihatan berbeda. Seolah-olah mereka bukan berasal dari keluarga yang sama. Bagaimana tidak? Anaknya yang cantik berpakaian sangat bagus. Sedang ibunya kelihatan tua dan berpakaian sangat sederhana.
Di perjalanan, ada orang menyapa mereka. “Hai gadis cantik, apakah orang yang di belakangmu ibumu?” tanya orang itu. “Tentu saja bukan. Dia adalah pembantuku,” kata gadis itu. Betapa sedihnya ibunya mendengarnya. Tapi dia hanya diam. Hatinya menangis. Begitulah terus menerus. Setiap ada orang yang menyapa dan menanyakan siapa wanita tua yang bersamanya, si gadis selalu menjawab itu pembantunya.
Lama-lama sang ibu sakit hatinya. Ia pun berdoa . “Ya, Tuhan, hukumlah anak yang tak tahu berterima kasih ini,” katanya. Doa ibu itu pun didengarnya. Pelan-pelan, kaki gadis itu berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi dari kaki ke atas. “Ibu, ibu! Ampuni saya. Ampuni saya!” serunya panik. Gadis itu terus menangis dan menangis. Namun semuanya terlambat. Seluruh tubuhnya akhirnya menjadi batu. Walaupun begitu, orang masih bisa melihatnya menitikkan air mata. Karenanya batu itu diberi nama “Batu Menangis”.

Minggu, 05 Maret 2017

Balasan Bagi Tukang Sihir


Dahulu ada seorang pemuda miskin, bernama Akib. Ia tidak mempunyai orang tua maupun saudara. Untuk menyambung hidup, ia bekerja sebagai pengumpul kayu bakar. Kayu-kayu itu dijualnya pada tetangga yang membutuhkan. Ia menjalani hidup ini dengan hati lapang, mau menerima nasib dengan apa adanya tanpa mengurangi usaha yang keras, bekerja mencari nafkah.
Suatu siang, ketika tengah mencari kayu, Akib dikejutkan oleh kikik tawa nan amat menggidikkan. Dengan cepat, Akib bersembunyi. Tak jauh dari tempatnya berdiri tampak seorang nenek kurus, bungkuk, berjubah hitam dekil, dan dengan rambut putih yang beriap. Ia mengikik seram. Matanya jelalatan kesana kemari.
“Hikhikhik! Nah, itu bunga-bunga yang aku cari!” ujar si Nenek. Ia melangkah kesemak-semak lebat tempat Akib bersembunyi. Akib sangat takut, sebab ia tahu siapa nenek itu. Ia adalah Ninik Plerek, tukang sihir yang sangat jahat. Akib menahan nafas. Di depan, Ninik Plerek dilihatnya berjongkok. Nenek itu kemudian memetik dua bunga pagi sore yang tengah kuncup, warna merah dan warna kuning. Dengan penuh peluh dingin, Akib memperhatikan.
“Hikhikhik! Kedua bunga ini,” sambung si Nenek, “Akan aku sisipkan dalam rangkaian bunga yang telah kubuat, lalu kuberikan pada Putri Sekar. Bila sang putri menciumnya, hikhikhik, Ia akan tertidur lelap. Tak ada yang bisa membangunkannya kecuali aku. Padahal, obatnya mudah sekali, yakni dengan meneteskan air rendaman bunga pagi sore, warna merah dan warna kuning, yang tengah mekar kemulut sang Putri. Hikhikhik! Bila Prabu Sangga memintaku menyembuhkannya aku akan lakukan. Tetapi dengan syarat, ia harus mengawiniku dulu! Hikhikhik! Aku harus dijadikan permaisuri!” Nini Plerek lalu pergi. Jantung Akib berdebar kencang. Ia secara tak sengaja telah mengetahui rahasia besar. Rencana busuk dari seorang tukang sihir atau tukang tenung.
Beberapa hari kemudian, tersiar kabar bahwa Putri Sekar mengidap penyakit aneh. Ia tak mau bangun dari tidurnya. Diguncang tak mau bangun. Diteriaki suara keras ditelinganya ia tetap pulas. Prabu Sangga sangat bingung. Seluruh dukun dan tabib diundang untuk menyadarkan sang Purti. Namun tak ada yang mampu menggugah sang Putri.  Sang Prabu bermaksud mengadakan sayembara bahwa siapa yang bisa menyembuhkan sang putri, jika lelaki akan dijadikan suaminya, jika perempuan akan dijadikan saudara sang putri.
Sebelum sayembara itu di umumkan seorang pemuda tiba-tiba datang ke istana. Pemuda itu tak lain adalah Akib. “Apa maksudmu datang kemari anak muda?” tanya Prabu Sangga. “Hamba ingin memastikan apakah benar Tuan Putri menderita sakit tak bisa bangun dari tidurnya?” kata Akib. “Ya benar, dari mana kau tahu?”Tanya Prabu Sangga.  “Secara kebetulan hamba mengetahui siapa yang mengguna-gunai Tuan Putri.” kata Akib. “Lalu apakah kau bisa menyembuhkan anakku?”Tanya Prabu Sangga. “Hamba akan berusaha, besok pagi hamba datang lagi kemari.” Jawab Akib. “Mengapa harus besok pagi, kalau bisa lakukan saja sekarang.”perintah Prabu Sangga. “Hamba harus mecari bahan ramuan untuk menyadarkan Tuan Putri.”jawab Akib. “Baiklah, aku ijinkan kau datang kemari besok pagi.”kata sang Prabu.
Esok paginya Akib datang ke istana setelah memetik dua bunga pagi sore yang sedang mekar warna merah dan warna kuning. Di istana, ia merendam buga-bunga itu. Air rendaman kedua bunga itu diteteskan ke mulut Putri Sekar. Ajaib, sang Putri sekatika bangun. Prabu Sangga senang sekali. “Anak muda kau hebat sekali.” kata Prabu Sangga. “Ah, hamba hanya kebetulan saja mengetahui rahasia orang yang mencelakakan Tuan Putri.” sahut Akib dengan rendah hati. “Siapa orangnya?” tanya Prabu Sangga. “Nini Plerek, Gusti Prabu…..!” jawab Akib. “Hah?Apa maksudnya berbuat demikian?”Tanya Prabu Sangga. “Dia ingin dijadikan permaisuri.”kata Akib.
Sementara itu pada saat yang sama dipintu gerbang para prajurit sedang menghadang seorang wanita berambut riap-riapan. “Aku adalah Nini Plerek! Biarkan aku masuk, hanya aku yang bisa menyembuhkan Tuan Putri Sekar, hik…hik…hik…hiiiik…! Terima kasih, terima kasih ternyata Gusti Prabu sendiri yang berkenan menyambutku.” “Nini Plerek apakah kau bermaksud menyembuhkan Putriku?”Tanya Prabu Sangga. “Benar Gusti Prabu, tapi ada syaratnya. Gusti Prabu harus berkenan menjadikan hamba permaisuri. Barulah hamba bersedia menolong Tuan Putri.” “Jadi benar kau yang mencelakakan putriku. Hai pengawal tangkap wanita keji ini!” kata Prabu Sangga dengan penuh wibawa. “Apa? Berani menangkapku? Bagaimana dengan Tuan Putri?” “Aku tidak perlu bantuanmu wanita jahat!”
Para pengawal segera menangkap Nini Plerek dan di masukkan kedalam penjara. Sementara Akib akhirnya dijodohkan dengan Putri Sekar.