Home

Kamis, 27 Oktober 2016

Tak Ingin Kehilangan Teman

Suatu malam, Pangeran mengadakan sebuah pesta besar. Semua sahabat dekat diundangnya. Ruang istana yang luas itu meriah dengan tawa canda para tamu. Menjelang tengah malam, sang Pangeran merogoh sakunya. Ia hendak mengambil jam sakunya. Ini merupakan tanda bagi para tamu untuk pulang. Namun ia sangat kaget karena jamnya tak ada di dalam sakunya. Akhirnya ia teringat bahwa jam itu tidak dibawanya masuk ke ruang pesta. Jam itu tertinggal di meja di kamar hias. Namun ketika dicari, di tempat itu pun tak ada.
“Hanya ada satu kemungkinan,” kata Pangeran di dalam hati, “Jam itu pasti dicuri orang pada saat pesta berlangsung. Dan orang itu pasti salah satu dari para tamuku ini!” Pangeran memberitahukan hal ini kepada beberapa sahabat dekatnya.
Para tamu melihat perubahan air muka Pangeran. Berita hilangnya jam itu segera tersebar ke seluruh ruangan. Para tamu terdiam. Menunggu tindakan Sang Pangeran. Akhirnya salah seorang tamu mengusulkan, “Tuanku, kami sebagai tamu merasa tidak enak hati. Sebaiknya untuk sementara kita tutup semua pintu. Lalu geledahlah kami satu persatu. Tentu jam tuanku yang sangat langka itu akan bisa ditemukan!”
Sang Pangeran tercenung. Kemudian dengan menyungging senyum ia berkata, “Usulmu sangat bagus, sahabat! Dengan cara itu aku pasti akan memperoleh kembali jamku. Tapi, dengan begitu berarti aku akan kehilangan salah seorang sahabatku. Perlu kuberitahukan, setiap pukul dua belas, jamku akan berbunyi lembut. Bunyi itu bisa terdengar orang lain di sekitarnya. Sekarang kukira sudah hampir pukul dua belas malam. Sebentar lagi jam itu akan berbunyi. Sebaiknya kalian semua segera pulang. Agar pencurinya tidak ketahuan.”
Satu demi satu tamu-tamu keluar dari ruangan. Pangeran pun tinggal sendiri duduk di ruangan itu. Namun tak lama kemudian pintu diketuk orang. Salah seorang sahabatnya, yakni seorang dari tamunya tadi masuk. Tiba-tiba ia bersimpuh di hadapan Sang Pangeran. “Maafkan hamba, Pangeran! Hambalah yang mencuri jam Tuanku. Hamba memang tak pantas menjadi sahabat Pangeran yang sangat berbudi. Hamba menyerahkan diri untuk mendapatkan hukuman dari Tuan,” demikian sahabat itu bersujud sambil menyerahkan jam itu kembali. “Berdirilah, sahabat!” kata Pangeran sambil menarik sahabatnya berdiri.“Aku berterima kasih engkau mengembalikan jam ini. Betapa pun berharga jam ini, tentu lebih berharga persahabatan kita!”

“Tapi aku tak berani lagi menghadap Pangeran sebagai sahabat!” “Jangan sampai persahabatan kita putus. Sebab bila demikian, maka sahabat yang lain tentu akan tahu, kalau kaulah yang pernah mengambil jam itu.” “Wahai Tuanku! Betapa mulia budimu. Terima kasih…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar