Suatu
malam, Pangeran mengadakan sebuah pesta besar. Semua sahabat dekat diundangnya.
Ruang istana yang luas itu meriah dengan tawa canda para tamu. Menjelang tengah
malam, sang Pangeran merogoh sakunya. Ia hendak mengambil jam sakunya. Ini
merupakan tanda bagi para tamu untuk pulang. Namun ia sangat kaget karena
jamnya tak ada di dalam sakunya. Akhirnya ia teringat bahwa jam itu tidak
dibawanya masuk ke ruang pesta. Jam itu tertinggal di meja di kamar hias. Namun
ketika dicari, di tempat itu pun tak ada.
“Hanya
ada satu kemungkinan,” kata Pangeran di dalam hati, “Jam itu pasti dicuri orang
pada saat pesta berlangsung. Dan orang itu pasti salah satu dari para tamuku
ini!” Pangeran memberitahukan hal ini kepada beberapa sahabat dekatnya.
Para
tamu melihat perubahan air muka Pangeran. Berita hilangnya jam itu segera
tersebar ke seluruh ruangan. Para tamu terdiam. Menunggu tindakan Sang
Pangeran. Akhirnya salah seorang tamu mengusulkan, “Tuanku, kami sebagai tamu
merasa tidak enak hati. Sebaiknya untuk sementara kita tutup semua pintu. Lalu
geledahlah kami satu persatu. Tentu jam tuanku yang sangat langka itu akan bisa
ditemukan!”
Sang
Pangeran tercenung. Kemudian dengan menyungging senyum ia berkata, “Usulmu
sangat bagus, sahabat! Dengan cara itu aku pasti akan memperoleh kembali jamku.
Tapi, dengan begitu berarti aku akan kehilangan salah seorang sahabatku. Perlu
kuberitahukan, setiap pukul dua belas, jamku akan berbunyi lembut. Bunyi itu
bisa terdengar orang lain di sekitarnya. Sekarang kukira sudah hampir pukul dua
belas malam. Sebentar lagi jam itu akan berbunyi. Sebaiknya kalian semua segera
pulang. Agar pencurinya tidak ketahuan.”
Satu
demi satu tamu-tamu keluar dari ruangan. Pangeran pun tinggal sendiri duduk di
ruangan itu. Namun tak lama kemudian pintu diketuk orang. Salah seorang sahabatnya,
yakni seorang dari tamunya tadi masuk. Tiba-tiba ia bersimpuh di hadapan Sang
Pangeran. “Maafkan hamba, Pangeran! Hambalah yang mencuri jam Tuanku. Hamba
memang tak pantas menjadi sahabat Pangeran yang sangat berbudi. Hamba
menyerahkan diri untuk mendapatkan hukuman dari Tuan,” demikian sahabat itu
bersujud sambil menyerahkan jam itu kembali. “Berdirilah, sahabat!” kata
Pangeran sambil menarik sahabatnya berdiri.“Aku berterima kasih engkau
mengembalikan jam ini. Betapa pun berharga jam ini, tentu lebih berharga
persahabatan kita!”
“Tapi
aku tak berani lagi menghadap Pangeran sebagai sahabat!” “Jangan sampai
persahabatan kita putus. Sebab bila demikian, maka sahabat yang lain tentu akan
tahu, kalau kaulah yang pernah mengambil jam itu.” “Wahai Tuanku! Betapa mulia
budimu. Terima kasih…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar