Pak
Nguyen adalah petani miskin. Sialnya, ia terjerat hutang pada seorang lintah
darat. Tiap hari si lintah darat datang menagih hutang. Namun Pak Nguyen
berusaha mengundurkan pembayaran hutangnya. Karena ia benar-benar tak mampu
membayar. “Besok, Tuan,” begitu setiap kali jawaban Pak Nguyen kalau
ditagih.“Besok,besok…” geram si lintah darat.
Suatu
hari si lintah darat itu datang lagi ke rumah Nguyen. Namun suami-isteri Nguyen
sedang tidak ada. Kecuali puteranya yang berumur sepuluh tahun. “Kemana
ayahmu?” tanya si lintah darat. Si anak diam membisu. “Orang tuamu kabur karena
tak mau bayar hutang, ya? Hayo katakan, ke mana mereka?” bentak si lintah darat.
“Bapak mencabut tanaman hidup. Lalu menanamnya kembali. Sedang ibuku menjual
angin ke pasar,” jawab anak itu.
Si
lintah darat mengerutkan keningnya. “Bapakmu mencabut tanaman, lalu menanamnya
kembali? Dan ibumu menjual angin di pasar? Apa mereka sudah gila?” ujar si
lintah darat bingung. Si anak tetap membungkam. Lintah darat itu menjadi
penasaran. “Nak, begini saja. Katakanlah terus terang, ke mana mereka
sebenarnya. Nanti hutang orang tuamu akan kuanggap lunas. Bagaimana?”
Si
anak pun berkata, “Aku perlu saksi atas kata-katamu. Kalau ada saksi, barulah
aku mau berterus terang.” Si lintah darat mengira anak kecil itu bisa
dikelabui. Maka ia pun berkata sambil menunjuk seekor cecak di langit-langit
rumah, “Nah, kamu lihat cecak di langit-langit itu. Dialah saksi kita!” Akhirnya
si anak berterus terang, “Bapakku ke sawah mencabut benih-benih padi dari
persemaian. Lalu menanamnya kembali ke sawah. Sedang ibuku menjual kipas di
pasar.” Barulah si lintah darat mengerti. Pintar juga anak petani ini, katanya
dalam hati.
Seminggu
kemudian si lintah darat muncul lagi di rumah Nguyen. Menagih hutang, tentu
saja. Seperti biasa, Pak Nguyen pun berkata, “Maaf, Tuan. Hari ini saya belum
punya uang!”. Namun anaknya dengan cepat bertindak, ”Hutang Bapak sudah
dianggap lunas. Dia sendiri yang janji!”. Si lintah darat melotot pada anak
Nguyen. “Itu bohong besar!” teriaknya gusar. “Kapan aku berkata begitu!”.
“Seminggu yang lalu! Bahkan kita punya saksi,” jawab si anak. “Baik, kau akan
kulaporkan pada polisi!”. Si lintah darat lalu pergi. Mendengar kata polisi,
Nguyen takut setengah mati. “Jangan takut, Pak! Kita tunggu saja dia!” hibur
anaknya.
Beberapa
saat kemudian si lintah darat kembali bersama polisi. Polisi pun menanyakan
persoalan mereka. Si lintah darat bercerita bagaimana mulanya si petani
meminjam uang. Namun ia tidak menceritakan perjanjiannya dengan anak Nguyen.
Sebaliknya anak Nguyen bercerita tentang pembatalan hutang.
“Anak
kecil ini bohong, Pak Polisi! Aku tidak berjanji apa-apa padanya. Lagipula,
mana saksinya?” seru si lintah darat. “Betulkah kau punya saksi, saat ia
berjanji padamu?” tanya polisi pada anak Nguyen. “Betul,Pak,” jawab si anak
sambil menunjuk ke seekor cecak yang ada di ruangan itu. “Cecak itulah
saksinya, Pak. Ketika itu si cecak sedang merayap di tembok. Bapak itu bilang
bahwa cecak itu bisa menjadi saksinya.” Dengan berang si lintah darat
berteriak, ”Bohong! Cecak itu tidak sedang merayap di tembok. Tapi di
langit-langit!”. Pak polisi tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan si lintah
darat.
“Hahaha.
Berarti betul, hutang Pak Nguyen sudah dianggap lunas. Kau memilih seekor cecak
sebagai saksi. Kau kira bisa mengelabui anak kecil ini. Ternyata justru kamu
yang kena dikelabui!” Si lintah darat tertunduk malu, lalu pulang. Dan keluarga
Nguyen pun tak perlu mengembalikan hutangnya lagi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar