Alkisah,
ada seorang lelaki tua kaya raya yang baru saja di tinggal mati oleh isterinya.
Namun, walau telah berusia lanjut, apabila melihat perempuan muda gairahnya
kembali bergejolak. Dan, dengan pengaruh kekayaannya itulah ia kemudian
membujuk sebuah keluarga miskin untuk mengawinkan anak gadis mereka yang masih
remaja dengan dirinya. Si gadis yang akan dikawin sebenarnya merasa muak
melihat lelaki tua bangka itu. Namun, karena orang tuanya memaksa, maka ia pun
akhirnya mau menerimanya.
Sesudah
kawin, dan malam harinya hendak didekati oleh suaminya, perempuan muda itu
berkata, “Aku akan izinkan engkau mendekat, jika engkau membelikan barang yang
aku minta.”
Apabila
keesokan harinya telah dibelikan dan pada malam harinya akan diajak tidur oleh
suaminya, perempuan itu pun akan meminta suatu barang lagi. Dan, jika tidak
diiyakan, suaminya tidak diizinkan masuk ke dalam kamar. Kalau pun diizinkan,
si suami hanya boleh duduk di pinggir kasur saja. Begitulah seterusnya, si
perempuan tetap menjadi gadis (perawan), namun telah memiliki pakaian,
perhiasan, dan perabot rumah tangga yang sangat lengkap. Sebaliknya, sang suami
semakin bertambah tua dan hartanya semakin terkuras.
Suatu
hari, saat si perempuan akan pergi ke pekan, secara kebetulan ia melihat
seorang pemuda yang gagah dan tampan lewat di depan rumahnya. Pemuda itu juga
akan pergi ke pekan. Si perempuan dengan cepat keluar dari rumahnya dan
mengikuti pemuda itu dari belakang.
Sesampainya
di pekan, pandangan si perempuan tidak tertuju pada barang-barang yang
diperjual-belikan, melainkan hanya pada si pemuda itu. Ke mana saja pemuda itu
pergi, si perempuan selalu saja mengikutinya. Dan, pada saat berada di tengah
keramaian, si perempuan pun dengan sengaja menyentuh lengan pemuda itu.
Oleh
karena berada di tengah keramaian, dan tidak tahu siapa yang menyentuh siapa,
maka si pemuda berkata pada perempuan itu, “Maaf, aku telah menyentuhmu.” “Ah,
tidak apa-apa. Jangan pergi ke pekan kalau tak mau bersentuh-sentuhan,” jawab
si perempuan.
Setelah
meminta maaf, si pemuda pergi lagi berkeliling untuk mencari barang yang
dibutuhkannya. Sementara si perempuan tetap mengikutinya dari belakang. Dan,
saat si pemuda telah berada di tengah keramaian lagi, si perempuan buru-buru
menyentuh lengannya. “Maaf, aku menyentuhmu lagi,” kata si pemuda “Ah, tidak
apa-apa,” jawab si perempuan.
Setelah
itu, si pemuda meneruskan kembali pencariannya dan berhenti di depan warung
yang menjual beraneka macam tembakau. Di tempat itu, ia mengambil dan mencoba
beberapa jenis tembakau. Saat si pemuda tengah menikmati asap tembakau yang
dipilihnya itu, si perempuan yang dari tadi mengikutinya dari belakang
tiba-tiba berkata, “Pak penjual, tolong berikan saya satu linting tembakau
seperti yang tengah dicoba oleh orang ini!”
Sesudah
diberikan oleh si penjual dan sama-sama menikmati asap tembakau, perempuan itu
lalu menanyakan kepada si pemuda, “Bagaimana rasanya tembakau yang kamu coba
itu?” “Aku rasa cukup baik, tembakau jenis inilah yang selalu aku beli,” jawab
si pemuda. Kemudian, berkatalah si perempuan pada penjual tembakau, “Kalau
begitu, tolong bungkuskan sepotong tembakau seperti yang tengah aku hisap ini,
pak.”
Tanpa
berkata apa-apa, si penjual langsung membungkus sepotong tembakau dan akan
diberikan kepada perempuan itu. Tetapi dengan cekatan, si pemudalah yang
menyambutnya, kemudian dilanjutkan kepada si perempuan. Saat ia menyodorkan
uang, si pemuda segera mengatakan, “Tidak usah, aku saja nanti yang
membayarnya.” “Wah saya memberati sepupu,” si perempuan pun sudah mulai menyapa
“sepupu”. “Singgah di rumah kalau engkau kebetulan lewat,” perempuan itu
melanjutkan. Si pemuda menjawab, “Baiklah, nanti lain waktu aku akan ke
rumahmu”
Satu
minggu kemudian, pada waktu hari pasaran berikutnya, si perempuan sengaja
berdandan pagi-pagi dan kemudian duduk di jendela, menunggu si pemuda lewat.
Tiada berapa lama, lewatlah si pemuda, lalu dipanggilnya, “Singgahlah sepupu,
inilah rumah kami.” Oleh karena rumah itu hanya memakai dinding sekat, suaminya
menyahut dari ruang tamu, “Lelaki mana yang engkau panggil naik ke rumah?” “Dia
adalah sepupuku. Anak familiku yang tinggal di kampung sebelah,” jawab
isterinya berbohong. “Kalau begitu, suruhlah dia naik ke rumah,” kata suaminya.
Tanpa
menghiraukan kata-kata suaminya, perempuan itu memanggil lagi si pemuda,
“Singgahlah dahulu ke rumah kami, sepupu.” “Ya, nanti sekembalinya aku dari
pekan,” jawab si pemuda.
Setelah
mendapat jawaban dari si pemuda, perempuan itu langsung ke dapur untuk
menggoreng pisang dan merebus air. Dan, ketika pisang dan air telah matang, ia
pun segera kembali duduk di jendela kamarnya, menunggu pemuda tadi lewat lagi
di depan rumahnya. Saat si perempuan melihat si pemuda telah kembali dari
pekan, maka segera ia berteriak, “Hai sepupu, segeralah singgah ke rumah kami.
Engkau sudah lama kami tunggu!”
Tanpa
berkata-kata, si pemuda lalu membelok menuju rumah perempuan itu. Setelah
sampai di muka rumah, ia kemudian dipersilakan duduk di serambi, sementara si
perempuan segera masuk ke rumah untuk mengambil minum dan juga pisang goreng. Pada
waktu di dalam rumah, ia melihat suaminya sedang berpakaian untuk menyambut
tamu yang tadi dikatakan sebagai sepupu dari isterinya. Ia kemudian menegur
suaminya, “Tidak usahlah engkau keluar. Nanti sepupuku akan terkejut dan akan mengatakan
kepada orang-orang di desanya bahwa suami sepupunya adalah seorang lelaki yang
telah tua bangka. Lagi pula, engkau belum mandi. Di matamu itu masih ada
kotoran yang meleleh.”
Teguran
perempuan itu akhirnya membuat suaminya urung menyambut tamu yang sudah duduk
di serambi rumah. Ia kemudian melepaskan lagi baju yang telah dikenakannya dan
duduk di kursi yang ada di dalam kamar tidurnya.
Singkat
cerita, si perempuan akhirnya dapat berbincang-bincang dengan si pemuda dengan
leluasa. Sementara suaminya hanya duduk terpekur sambil merenungi nasibnya.
Hartanya telah habis terkuras, namun belum sempat sekali pun ia berhasil
menggauli isterinya. Bahkan, si isteri malah tertarik dengan lelaki lain yang
jauh lebih muda dan tampan dari dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar