Cerita rakyat
Bangka
Puteri
Malam mengisahkan Pak Raje seorang kepala desa yang memiliki sawah dan
bertindak sewenang-wenang. Sawah yang ditanami padi yang sedang berbuah itu
dimasuki beberapa ekor babi. Pak Raje meminta kepada Sang Penyumpit menjaganya
dengan dalih orang tua Sang Penyumpit yang sudah almarhum pernah berutang
kepadanya. Demi membayar utang orang tua Sang Penyumpit rela bekerja pada Pak
Raje. Ketika menjalankan tugasnya Sang Penyumpit mendapat rezeki yang tak
diduga sehingga kaya raya. Melihat ini Pak Raje juga ingin mengikuti jejak Sang
Penyumpit namun nasibnya sial, Pak Raje mati. Untunglah kemudian Sang Penyumpit
mau membantu sehingga Pak Raje pulih kembali. Di akhir cerita Pak Raje insaf
akan perbuatannya. Lalu menikahkan anaknya yang bungsu dengan Sang Penyumpit.
Jabatan kepala desa pun diserahkannya kepada menantunya yang baik hati itu.
Perlakuan
jahat yang dilakukan Pak Raje pada mulanya ketika sawahnya dimasuki babi. Dia
memaksa Sang Penyumpit untuk mau menjaga. Agar Sang Penyumpit tak dapat menolak
Pak Raje mengatakan bahwa pekerjaan ini sebagai ganti membayar utang ayahnya
yang sudah almarhum. Sang Penyumpit tak dapat menolak demi untuk melunasi
hutang ayahnya dan inilah tanda ia berbakti kepada orang tua. Sang Penyumpit
bekerja keras siang malam demi membela nama baik orang tuanya.
Sampai
diladang ia pun membakar kemenyan minta restu dewa-dewanya, tak lupa ia memuja
mentemau (dewa babi) agar suka menolongnya supaya babi-babi jangan dilepaskan
memakan ladang Pak Raje. Jika malam telah menyungkupi alam ini, sunyi senyaplah
perladangan itu, merondalah Sang Penyumpit kesegenap pojok ladang. Tiga malam
belum kejadian apa-apa, demikianlah hingga tujuh malam berlalu. Siang hari ia
harus bekerja di ladang menuai padi dan malam hari harus pula jaga hingga
tubuhnya merasa lemas dan pucat. Kadang-kadang ingin ia beristirahat tapi
mengingat ancaman Pak Raje terpaksa ia terus berjaga-jaga.
Kerja
keras Sang Penyumpit diberi imbalan yang baik. Ketika babi memasuki sawah ia
sempat menombak dan mengenai seekor babi. Ingin tahu Sang Penyumpit menelusuri
ke mana babi itu lari lewat darah yang bercucuran. Tiba di sebuah desa dalam
rimba itu ia akhirnya mengetahui yang terkena seorang puteri. Ibu puteri itu
minta kepada Sang Penyumpit menyembuhkan sakit puteri. Sang Penyumpit menolong
puteri yang sakit.
Didekatinya
gadis yang sedang sakit itu, dibukanya selimut yang menutupi kakinya. Sang
Penyumpit meneliti tampak olehnya suatu benda hitam mencuat, sedikit
ditelitinya betul-betul nyatalah bahwa itu mata tombak. ”Bik, kuminta agar
disediakan buluh seruas panjang sehasta, daun keremunting yang sudah ditumbuk
banyaknya secupak”, kata Sang Penyumpit kepada ibu gadis itu. dicabutnya mata
tombak yang terhunus, luka bekas cabutan ditutupinya dengan daun keremunting untuk
penahan darah yang keluar.
“Besok
tentu ia sudah bisa berjalan-jalan kembali” ketika Sang Penyumpit akan pergi
meninggalkan desa puteri itu. Sang Penyumpit yang telah menolong menyembuhkan
puteri yang sakit diberi hadiah. “Tetapi sebelum anak pulang paman mau
menyiapkan oleh-oleh guna kau bawa ke duniamu.” “Inilah oleh-oleh dari dunia
kami, ini bungkusan kunyit, ini bungkusan buah nyatoh, ini daun simpur, ini
buah jering. Tapi keempat bungkusan ini jangan anakku buka sebelum sampai ke
rumah. Supaya anak tidak mendapat kesulitan di jalan bakarlah dulu kemenyan
ini.”
Ketika
oleh-oleh itu dibuka dirumah Sang Penyumpit ternyata isinya bukan kunyit dan
jering tetapi perhiasan emas, pemata intan berlian. Sejak itu tersiar kabar
bahwa Sang Penyumpit telah menjadi kaya raya. Hutang ayahnya kepada Pak Raje
pun segera dilunasi.
Mendengar
pengalaman Sang Penyumpit yang akhirnya menjadi kaya raya, Pak Raje pun ingin
meniru. Setelah mengobati anak gadis yang kena tombak itu Pak Raje tertidur.
Ketika bangun ia diserang berpuluh-puluh ekor babi yang besar-besar. Tubuhnya
disobek-sobek. Berita ini tersiar di desa Pak Raje. Puteri tua Pak Raje
menyampaikan nasib ayahnya kepada Sang Penyumpit. Mendengar kabar ini Sang
Penyumpit ingin segera menolong lebih-lebih ia sudah mengenal desa itu.
Dewa
Matemau mengetahui bahwa anakku seorang yang jujur. Karena kejujuranmu itu,
anakku dianiaya ataupun ditipu oleh sebangsamu di duniamu sendiri. Sebat itulah
Matemau pada mulanya melarang adik-adikmu ke tempat buah-buahan yang enak di ladang
Pak Raje, kemudian Matemau memerintahkan supaya adik-adikmu datang lagi ke
ladang. Kami bertanya mengapa Matemau memerintahkan demikian? Katanya cucuku
Sang Penyumpit harus ditolong karena dia sendiri ditipu oleh Pak Raje.
Bagaimana caranya Sang Penyumpit menolong Pak Raje sehingga tubuhnya tak
tersobek-sobek lagi dan hidup kembali? Dikisahkan Sang Penyumpit menggunakan 7
helai daun. Lalu dia membakar kemenyan lalu menyebut, ada tangan, ada kaki.
Semua anggota tubuh Pak Raje disebut. Terakhir diucapkan Pak Raje.
Dalam
asap mengepul Sang Penyumpit membacakan manteranya lalu tampak Pak Raje
berusaha duduk. Dia tampak menggosok-gosokkan matanya.
”
Marilah kita pulang Sang Penyumpit segala kesalahankku kepadamu dan kepada
rakyat segera kuminta maaf. Sesudah itu engkau kukawinkan dengan si Bungsu lalu
aku akan mengundurkan diri, engkaulah akan menggantiku. Marilah kita pulang
agar kabar gembira ini segera kita laksanakan”.
Sesuai
dengan janji Pak Raje pada saat yang telah ditentukan puteri Bungsunya dinikahkannya
dengan Sang Penyumpit. Jabatan sebagai kepala desa pun diserahkan kepada
menantunya yang baik hati itu. Selanjutnya kedua insan yang baru menjadi suami
isteri ini hidup berbahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar