Pada
suatu zaman, tersebutlah sebuah taman indah nan damai yaitu “Taman Sorga Loka”.
Ditempat tersebut berdiam seseorang yang bernama “Sunan Ibu” yang sedang
menunggu kehadiran “Dewi Sri Pohaci Long Kancana”. Dewi Sri melaporkan bahwa di
suatu tempat di muka bumi yang bernama “Buana Panca Tengah” belum terdapat
“Cihaya” berupa sesuatu kebutuhan hidup umat manusia. Mendengar hal tersebut,
Sunan Ibu memerintahkan agar Dewi Sri berangkat ke Buana Panca Tengah.
Dewi
Sri tidaklah berkeberatan untuk berangkat ke Buana Panca Tengah asalkan
kepergiannya ditemani “Eyang Prabu Guruminda”. Permohonan Dewi Sri pun
dikabulkan oleh Sunan Ibu. Sebelum berangkat meninggalkan Sorga Loka, Eyang
Prabu Guruminda duduk bersemedi memohon petunjuk Hiang Dewanata. Setelah
selesai semedi dan memperoleh petunjuk, dengan kesaktiannya yang hanya dalam
waktu sekejap, wujud Dewi Sri berubah bentuk menjadi sebuah telur.
Setelah
semua persiapannya selesai, maka berangkatlah Eyang Guruminda mengiring Dewi
Sri dengan tujuan Negara Buana Panca Tengah. Dewi Sri yang berwujud sebagai
telur, disimpan dalam sebuah kotak bernama “Cupu Gilang Kencana”. Prabu
Guruminda setelah beberapa lama terbang ke setiap penjuru
utara-selatan-barat-timur yang pada akhirnya pada suatu ketika Cupu Gilang
Kencana terbuka dan “telur” di dalamnya pun terjatuhlah.
Sudah
menjadi kehendak yang maha kuasa, telur tersebut jatuh di suatu tempat yang
mana tempat itu dihuni oleh “Dewa Anta”. Dewa Anta yang mengetahui di tempat bersemayamnya
ada telur, maka telur itu pun dipelihara nya. Setelah beberapa waktu lamanya,
telur tersebut menetas dan lahirlah seorang putri yang sangat cantik yang tiada
lain adalah Dewi Sri.
Dalam
kedewasaannya dengan paras yang sangat cantik, maka tersiar berita ke seluruh
negri akan kecantikan dan sang putri, dan berdatanganlah raja-raja kerajaan
dengan maksud akan meminangnya sang putri untuk dijadikan permaisuri.
Dewi
Sri memperoleh pinangan dari para raja, tetapi Dewi Sri tidak merasa senang
karena bila ia menerima pinangan berarti ia telah mengingkari tugas dibebankan
kepadanya. Kepada setiap raja pun telah dijelaskan bahwa maksud kelahirannya
itu bukan semata-mata untuk mencari bakal suami, namun untuk melaksanakan tugas
dari Sunan Ibu di Taman Sorga Loka yaitu untuk menganugerahkan “CIHAYA” kepada
negara gelar Buana Panca Tengah.
Namun,
walaupun penjelasan telah disampaikan, pinangan terus-menerus berdatangan dan
oleh karenanya pada akhirnya Dewi Sri menderita tekanan bathin dan jatuh sakit.
Semakin lama, sakit yang di derita Dewi Sri semakin parah dan tibalah suatu
saat Sang Putri menyampaikan amanat terakhir “Bila tiba saat aku meninggal dan
bila kelak aku sudah disemayamkan, akan terdapat suatu keanehan-keanehan pada
pusaraku”. Dan akhirnya dengan kehendak yang Maha Kuasa, Dewi Sri pun meninggal
dunia.
Benarlah
apa yang diamanatkan oleh Sang putri akhirnya menjadi kenyataan. Dikisahkan
pada suatu hari, ada kakek-nenek yang sedang mencari kayu bakar dan sekedar
mencari bahan makanan untuk bekal hidupnya berdua.
Suatu
ketika kakek dan nenek mendapatkan sebuah pusara yang telah ditumbuhi oleh
tumbuh-tumbuhan yang belum pernah ditemui dan dilihatnya selama ini. Pada
bagian kepala tumbuh pohon kelapa, pada bagian tangan tumbuh pohon buah-buahan,
pada bagian kaki tumbuh pohon ubi, sedangkan pada bagian tubuhnya tumbuh pohon
aren (enau=gula) dan suatu tumbuhan yang sangat aneh dan belum pernah selama
ini kakek dan nenek menemukannya, dan baru kali ini melihatnya. Adalah
serangkai tumbuhan berdaun bagus berbuah masih hijau berbulu bagus pula.
Maka
muncul niat kakek-nenek untuk memelihara tumbuhan aneh tersebut dan
dibersihkannya pusara dan sekitar tumbuhan tersebut. Demikian dari hari ke hari
minggu ke minggu dengan penuh kesabaran dan ketekunan tumbuhan itu
dipeliharanya. Tak terasa waktu berjalan terus hingga menjelang bulan ke 5,
buah yang hijau tadi telah penuh berisi, sehingga buah yang setangkai itu
merunduk karena beratnya. Dengan penuh kesabaran dan keyakinan ingin mengetahui sampai di mana dan apa sebenarnya
tumbuhan yang aneh itu. Setelah beberapa lama menjelang bulan ke 6 ditengoknya
kembali tumbuhan tersebut dan ternyata butir-butir buah tadi berubah menjadi
menguning dan sangat indah nampaknya.
Setelah
keduanya termenung maka timbullah niat untuk memetiknya. Sebelum dipetik buah
tadi dicicip terlebih dahulu dan ternyata isinya putih dan terasa manis. Kakek
dan nenek menyiapkan dupa beserta apinya untuk membakar kemenyan untuk memohon
izin kepada “Hiang Widi”. Selesai upacara membakar kemenyan, ditebaslah
tumbuhan yang dimaksud dan alangkah terkejutnya kakek dan nenek itu karena pada
tangkai yang dipotong tadi mengeluarkan cairan bening serta harum, namun bagi
kakek dan nenek tidaklah menjadi penyesalan karena disadarinya bahwa kejadian
ini sudah menjadi kehendak yang kuasa
Namun
timbul kemudian niatnya untuk menanamnya kembali, dan butir-butir buah tadi
ditanamnya kembali sekitar pusara Dewi Sri. Keajaibannya pun terjadi kembali
karena dengan seketika itu pula butir-butir tadi tumbuh dan sudah berbuah
kuning pula. Kakek dan nenek langsung menebasnya dan seketika itu pulalah
ditaburkannya butir-butir kuning itu demikian terus kejadian itu terulang
sehingga terkumpullah ikatan butir-butir buah kuning banyak sekali.
Atas
kejadian ini kakek dan nenek menjadi bingung karenanya, memperoleh hasil sangat
berlimpah dalam waktu sekejap. Dari asal buah setangkai. Lagi pula apa yang
mereka miliki belum tahu apa dan buah apa gerangan terlebih namanya pun belum
ada.
Demikian,
karena kakek dan nenek dalam kebingungan bahkan belum mendapat keputusan untuk
memberinya nama. Sehingga tiba-tiba nenek mengusulkan bahwa berhubung kakek dan
nenek selalu bingung tidak bisa ada keputusan dan sukar untuk memilih, yang
dalam bahasa Sunda disebut “paparelean”, maka disebutlah buah itu dengan nama
“Pare” (padi).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar