Pada
zaman dahulu, hiduplah seorang wanita dengan anak laki-lakinya. Anak itu
mempunyai bentuk fisik yang aneh. Badannya mirip dengan periuk. Karena itulah
orang menyebutkan Joko Kendil.
Walaupun
tubuh Joko tidak normal, ibunya mencintainya apa adanya. Ia juga tak pernah
menyesali nasib anaknya. Apa pun yang diminta Joko, ia selalu berusaha
mengabulkannya.
Joko
tumbuh sebagai anak yang bahagia. Ia dikenal sebagai anak yang jenaka. Tapi
kadang-kadang Joko juga nakal. Ia sering ke pasar, lalu ia duduk di dekat
pedagang. Pedagang mengira, Joko itu sebuah periuk. Sehingga ia menaruh
sebagian makanannya di atas tubuh Joko. Ia juga sering menyelinap ke pesta.
Orang menyangka Joko itu periuk biasa, sehingga orang itu menaruh makanan di
sana. Kemudian dengan diam-diam Joko pulang dan membawa makanan untuk ibunya.
Ibu
Joko marah melihat kenakalan Joko. Ia menyangka Joko mencuri. Joko lalu
menjelaskan, kalau semua orang menyangka dirinya periuk. Ibunya pun tertawa
mendengarnya. Ketika Joko tumbuh dewasa, tubuh Joko tetap mirip periuk. Tapi
yang mengherankan, Joko justru meminta ibunya mencarikan istri untuknya. Tidak
tanggung-tanggung, Joko menginginkan putri raja sebagai istrinya. Tentu saja Ibunya
kaget sekali. “Ingat Joko, kita ini orang miskin. Lagi pula, apakah kau tidak
menyadari bentuk tubuhmu?” tanya Ibunya. “Jangan khawatir, Ibu. Percayalah,
semuanya akan baik-baik saja. Sekali lagi, saya minta tolong, agar Ibu melamar
putri raja untuk dijadikan istriku,” ujar Joko menghibur Ibunya.
Dengan
hati penuh keraguan, Ibu Joko pergi menghadap Raja. Raja mempunyai tiga putri
yang cantik. Ibu Joko mengungkapkan keinginan anaknya pada Raja. Raja sama
sekali tidak marah mendengar penuturan Ibu Joko. Sebaliknya, Raja meneruskan lamaran
itu pada ketiga putrinya.
Putri
Sulung mengatakan, “Saya tak sudi, Ayahanda. Saya menginginkan suami yang kaya
raya.” Putri Tengah mengatakan, “Suami yang saya inginkan? Seorang raja seperti
Ayahanda.” Berbeda dengan ketiga kakaknya, Putri Bungsu justru menerima
pinangan itu dengan senang hati. Raja sangat heran. Tapi karena Putri Bungsu
sudah setuju, ia tak dapat mencegah pernikahan itu.
Sayangnya,
Putri Bungsu selalu diejek kedua kakaknya. “Suamimu berjalan mirip bola
menggelinding,” ejek Putri Sulung. “Suamimu mirip tempayan air,” ejek Putri
Tengah. Putri Bungsu sedih. Tapi ia berusaha sabar dan tabah.
Suatu
hari, Raja mengadakan lomba ketangkasan. Tapi Joko tidak bisa ikut. Ia
mengatakan pada Raja, badannya sakit. Lomba ketangkasan itu diikuti banyak
orang penting seperti para pangeran dan panglima. Mereka berlomba naik kuda dan
menggunakan senjata. Tiba-tiba datang seorang ksatria gagah. Ia sangat tampan
dan tangkas menggunakan senjata.
Putri
Sulung dan Putri Tengah senang sekali melihatnya. Mereka jatuh cinta pada
ksatria itu. Ia kembali mengejek adiknya, karena terburu-buru menikahi Joko
Kendil. Putri Bungsu pun berlari ke
kamarnya sambil menangis. Di sana ia melihat sebuah kendi. Karena kesal, ia
membanting kendi itu hingga berkeping-keping.
Ksatria
gagah itu masuk ke dalam kamar Putri Bungsu. Ia mencari kendi, tapi kendi itu
sudah hancur. Lalu ia melihat Putri Bungsu menangis tersedu-sedu. “Ada apa
istriku?” tanyanya. Tentu saja Putri Bungsu kaget. Bukankah suaminya adalah
Joko Kendil? Lalu ksatria itu menceritakan dirinya yang sebenarnya. Ia
sebenarnya Joko Kendil, suaminya. Ia selama ini harus memakai pakaian dalam
bentuk kendi. Tapi ia dapat kembali menjelma menjadi ksatria kalau seorang
putri mau menikah dengannya.
Begitu
tahu kalau ksatria tampan itu Joko Kendil, betapa menyesalnya Putri Sulung dan
Putri Tengah. Sebaliknya dengan Putri Bungsu, ia menjadi sangat bahagia bersama
Joko Kendil yang telah menjelma menjadi pria yang rupawan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar